Iklan

Jumat, 17 Februari 2017

TURONGGO YAKSO



Turonggo yakso berasal dari dongko dengan nama awal baritan (bubar ngarit tanduran) sehabis panen akan panen lagi. Sebagai rasa terimakasih terhadap Allah SWT mereka mengadakan pesta/tasyakuran yang berlokasi di sawah dengan membawa uborampe (keperluan tasyakuran) spt jenang abang, jenang jengkolo dll. Selain rasa syukur telah diberikan panene malimpah, juga hewan peliharaan yang digunakan untuk keperluan sawah juga diberi kesehatan dan terhindar dari penyakit. Pengharapan dari baritan itu sendiri setelah sawah mengalami masa panen para warga berharap untuk panen yang aka datang minimal hasil yang di dapat seperti panaen yang sekarang, syukur juka melebihi.
Sehabis tasyakuran, para warga pulang kerumah dengan bersenang-senang dan menari sambil memukul-mukul ember dan menaiki wadah uborampe. Sampai akhirnya pada tahun 1962 tokoh masyarakat yang bernama Pak Pamrin dan kakaknya Pak Mun’an menciptakan turonggo yakso, yaitu turonggo itu jaran/kuda yakso itu buto/raksasa.
Selain Turonggo Yakso, jenis jaranan di Trenggalek berupa:
-          Jaranan Pegon
-          Jaranan Sentherewe
-          Jaranan Breng
-          Jaranan Dor
-          Jaranan Campur Sari
Namun kelima jenis jaranan tersebut juga tersebar di luar Trenggalek, jadi pemerintah Trengalek berharap memiliki salah satu jaranan khas yang tidak di miliki kota lain, entah cara menarinya maupun cara perawatannya. Kuda yang digunakan penari Turonggo Yakso memiliki 4 filosofis, yaitu akaluamah, amarah, mutakinah, sufiyah yang merupakan 4 jenis hawa nafsu manusia. Oleh karena itu kuda tersebut dikendalikan oleh generasi muda yang kinaceh, maksudnya adalah pemuda yang ungul, jauh dari narkoba, minuman keras, dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, hingga akhirya nafsu tadi dapat dikendalikan. Seperti pada penari Turonggo Yakso yang menari menggunakan kuda tersebut digambarkan dapat menguasai hawa nafsu.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar