Di
pinggiran danau yang tak jauh dari hutan terlihat sosok kecebong yang sedang
berlatih berenang. Ia bernama Limbo. Ia heran kenapa badannya sulit untuk
berenang, padahal ikan-ikan yang ada di danau tersebut sangat lincah berenang.
Limbo pun tak patah semangat untuk terus mencoba dan mencoba. Sampai akhirnya
Limbo bertemu dengan Tonda, ikan kecil yang kebetulan lewat didepannya.
Tonda: “Hai kamu, kenapa kamu
berenang lambat sekali?”
Limbo: “Aku juga tidak tahu, mungkin
ada yang salah denganku”
Tonda: “Kamu hidup di air tapi
kenapa kamu sulit berenang? Apakah kamu sejenis ikan?
Limbo: “Entahlah, aku juga tidak
tahu siapakah aku sebenarnya”
Limbo
pun terus memikirkan siapakah jati diri sebenarnya. Tonda merasa kasihan,
sampai akhirnya Tonda yang mengajarkan Limbo berenang. Dengan penuh semangat
Limbo terus mengikuti apa yang diajarkan Tonda. Limbo ingin membuktikan jika ia
adalah penghuni danau yang pantas untuk bertempat tinggal di danau tersebut
seperti ikan-ikan yang lain. Dengan tekad pantang menyerahnya, Limbo terus
berlatih berenang. Ia pun mulai pandai berenang layaknya ikan-ikan yang ada di
danau.
Ketika
mereka sedang serius berlatih, tiba-tiba ada seekor ular berenang menuju ke arahnya.
Tanpa mereka sadari ular itu telah sampai dibelakannya untuk bersiap memangsa
Limbo dan Tonda. Namun bau mulut yang menganga dari ular itu tercium oleh
Limbo. Limbo pun memberitahu Tonda dengan sangat pelan.
Limbo: “Di di dibelakang kita ada
ular”. Dengan terbatah-batah.
Tonda: “Astaga!!, Lalu bagaimana?”
Limbo: “Dalam hitungan ketiga kita
berenang secepat-cepatnya, satu, dua, ti tiga..”
Secepat
kilat Limbo dan Tonda berenang. Namun ular terebut merupakan perenang yang tak
kalah hebat. Secepat apapun mereka berlari ular itu masih tetap berada di
belakannya. Sampai akhirnya Limbo merasa kelelahan.
Tonda: “Kenapa kamu semakin pelan?”
Limbo: “A a aku kelelahan”. Dengan
muka pucat
Tonda: “Di situ ada tumpukan ranting
pohon, ayo kita bersembunyi disana”. Dengan memaksa Limbo.
Sesampainya
di ranting-ranting pohon yang sudah lama tenggelam di danau, merekapun
bersembunyi dari kejaran ular. Namun ular yang kelaparan tersebut terus-menerus
mengejar Limbo dan Tonda. Limbo merasa sangat ketakutan karena ia sudah tak
mampu untuk berenang. lalu Tonda mengajaknya ke dalam ranting-ranting supaya
ular tersebut tidak mampu menuju kearahnya. Usaha Limbo dan Tonda tidak
sia-sia. Ular yang terus mengejar mereka pun kewalahan dan akhirnya pergi
meninggalkan mereka berdua.
Limbo: “Huft… akhirnya kita aman
dari kejaran si ular jelek itu”. Sambil terengah-engah
Tonda: “Hus, hati-hati ya kalau
berbicara, bahaya jika ular itu mendengarnya”.
Sejenak
mereka beristirahat di dalam ranting-ranting pohon untuk menghilangkan rasa
lelahnya. Ketika rasa lelah sudah hilang merekapun keluar dari ranring pohon.
Karena ranting pohon yang sangat lebat mereka pun kesulitan untuk keluar.
Mereka kebingungan dan takut karena di dalam ranting-ranting pohon tersebut
sangat gelap. Tak lama kemudian mereka melihat bekicot tua yang sedang
kesulitan berjalan karena cangkangnya terhimpit ranting. Lalu mereka berdua
berhasil melepaskan cangkang bekicot dari ranting pohon.
Bekicot: “Terimakasih nak sudah mau
menyelamatkan kakek tua ini”.
Limbo : “Ia kek tidak masalah”. Sambil tersenyum.
Bekicot: “Kalian berdua kenapa kok
bermain-main di dalam ranting-ranting ini?”
Tonda :
“Kami berenang sampai kemari karena menghindar dari kejaran ular, kek”. Sahut
Tonda.
Bekicot :
“Emm… begitu rupanya, sekarang kalian coba pejamkan mata”
Limbo
dan Tonda pun merasa heran kenapa mereka disuruh memejamkan mata. Namun bekicot
tua itu memaksa Limbo dan Tonda untuk memejamkan mata. Setelah bekicot itu
menyuruh membuka mata, Limbo dan Tonda tercengang dan heran. Ketika
ranting-ranting yang membuatnya tak bisa kembali dengan sekejap menghilang.
Ketika mereka hendak berterimakasih, bekicot itu justru menghilang.
Di
dalam perjalanan pulang, Limbo terus memikirkan hal itu. Apakah bekicot tua itu
benar-benar mempunyai kekuatan atau itu hanya sekedar ilusi. Ia pun ingin
sekali bertemu dengan bekicot lagi. Rasa penasarannya yang terus bertanya-tanya
membuat Limbo ingin kembali dan mencari bekicot itu. Namun ia merasa jika itu
hanya sia-sia karena si bekicot hanya muncul tiba-tiba.
Semakin
hari Limbo semakin memperlihatkan kemajuan berenangnya. Ia kecepatan
berenangnya sudah tidak kalah dari Tonda. Merekapun berencana mengadakan adu
cepat untuk mengetahui siapa yang paling cepat. Pada hari itupun mereka
mengadakan adu kecepetan berenang sebagai ajang persahabaan. Ketika sedang
sengit-sengitnya mereka beradu kecepatan, tiba-tiba muncul ular yang dulu
pernah mengejarnya. Tanpa mereka sadari ular itu membuntutinya dengan
tenangnya. Dengan tatapan penuh dendam si ular berjanji di dalam hati untuk
bisa memakan keduanya tanpa sisa. Perlombaan menyisakan separuh jalan si ular
bersiap menyerang salah satu diantara mereka. Hendak menerkam Limbo, Tonda pun
langsung menyadari aksi ular itu.
Limbo: “Kamu lengah kawan, akhirnya aku
bisa menyalipmu, hahaha”. Ujarnya dengan tenang.
Tonda: “awaaass…” Hendak mendorong Limbo
keluar arena.
Ketika
Limbo terhempas, Tonda menghilang bersama ular. Limbo pun takut, cemas, dan
kebingungan. Bingung dengan apa yang terjadi. Ia hanya mengingat sahabatnya
Tonda menabraknya dari belakang. Sekarang yang ia bisa lihat sekarang adalah
sisik ular yang berantakan. Sejenak ia mengingat sisik yang bertebaran dengan kejadian
waktu lalu. Ketika ia dan sahabatnya dikejar si jahat ular. Setelah kejadian
itu Limbo bersumpah untuk membawa pulang Tonda sahabatnya.
Sejak
saat itu Limbo berkelana mencari si bekicot ajaib untuk belajar menjadi hewan
yang kuat demi sahabatnya. Ketika malam tiba, Limbo bertemu si bekicot di dalam
mimpinya. Ia berpesan untuk teruslah berjalan ke arah barat. Di sepanjang
perjalanannya ia bertemu dengan berbagai rintangan. Namun ia tetap tegar
menghadapi kesulitannya demi mengembalikan sahabatnya.
Hingga
akhirnya ia sampai di kediaman bekicot yang ia percayai memiliki kekuatan
magis. Namun tak diumpainya si bekicot sakti tersebut. Ternyata ia sedang
bertapa dibelakang rumahnya.
Bekicot: “Aku sudah mempersiapkan
kedatanganmu kemari”
Limbo : “Terimakasih kek telah menerimaku datang
kemari”. Sambil menundukkan kepala”.
Bekicot: “Sebelumnya
aku harus mengatakan ini, namun kau harus tetap tegar”.
Limbo : “Apa iku kek?” Tanya limbo heran.
Bekicot: “Jika niatmu
kemari tidak untuk apa yang kamu harapkan, apakah kau bersedia terus
melanjutkan?”
Limbo : “Apa yang anda bicarakan kek, aku sama
sekali tidak paham”
Bekicot: “Temanmu telah
tiada, dia merelakan nyawanya demi kamu nak”
Limbo hanya terdiam sambil meneteskan air mata. Ia
sangat terpukul atas kepergian sahabatnya. Bekicot pun memahami apa yang sedang
dirasakan Limbo. Ia membiarkan Limbo menyendiri untuk beberapa hari kedepan
sampai kondisinya benar-benar membaik. Hingga pada akhirya Limbo pun telah siap
menjalani latihan rutin dengan gurunya, yaitu si bekicot ajaib. Telah banyak
ilmu yang Limbo dapatkan, namun ia belum merasa puas tentang apa yang telah ia
pelajari. Ia terus merasa kurang-kurang dan kurang. Bekicot pun heran kenapa
Limbo merasa tidak pernah puas. Sampai akhirnya si bekecot tahu alasan apa yang
membuat Limbo tidak pernah merasa puas tentang apa yang telah ia pelajari,
bahkan terbilang haus akan kekuatan.
Bekicot: “Jika kedatanganmu kemari untuk membalas
dendam kepada ular, maka aku tidak akan mau untuk memberimu seluruh kekuatanku.
Aku tidak mau kekuatan yang telah aku ajarkan hanya digunakan untuk membunuh,
meskipun ia telah membunuh sahabatmu.
Limbo : “Lalu
bagaimana caraku untuk memberi pelajaran kepada ular supaya tidak berbuat
seenaknya kek?”
Bekicot: “Aku sudah mempersiapkan semuanya”
Limbo
masih merasa bingung tentang apa yang direncanakan bekicot, namun ia percaya
jika apa yang direncanakan gurunya pasti memiliki tujuan yang baik. Sampai
akhirnya Limbo pada tahap latihan yang terakhir. Berdiam diri dan
mengingat-ingat tentang apa saja yang sudah ia lakukan. Sampai akhirnya ia
masuk kedalam dunia mimpi yang sangat dalam. Dimana kejadian-kejadian yang
sudah terjadi muncul kembali. Sehingga Limbo dapat memetik pelajaran tentang
apa yang pernah terjadi untuk tidak akan diulangi di kemudian hari. Sampai pada
suatu hari ketika Limbo membuka matanya ia pun terkejut. Melihat ekornya yang
semakin memendek dan tumbuh dua pasang kaki di depan dan dua pasang kaki di
depan.
Limbo : “Apa yang telah terjadi padaku kek?” Penuh tanda tanya.
Bekicot: “Sekarang kamu bisa
merasakan bagaimana kehidupan di darat”
Limbo : “Apa yang akan aku lakukan di daratan?”
Bekicot: “Kau akan menemukannya”.
Sambil tersenyum.
Semakin
hari kaki yang dimiliki Limbo semakin membesar dan pernafasannya pun mulai terganggu.
Semenjak saat itu ia sering berenang dipermukaan saja. Hingga akhirnya muncul
hidung sebagai alat pernafasan utamanya. Ia pun langsung berpamitan dengan
gurunya untuk berpindah alam, yaitu ke daratan. Berhari-hari ia lewati
kehidupan barunya tersebut. Dari cara makan, tidur, hingga berjalan yang ia
lakukan sangat jauh berbeda dengan waktu kehudupannya di air.
Hingga
pada suatu malam yang sunyi, Limbo sedang tertidur di bawah pohon. Tiba-tiba
datang seekor ular yang kelaparan sedang menghampirinya. Perlahan ular itu
mendekati Limbo dengan sangat berhati-hati. Namun dengan ketajaman
pendendengaran yang dimilikinya, Limbo merasakan sesuatu yang mendekatinya.
Lalu secepat kilat ular itu menyambarnya. Dengan reflek cepatnya, Limbo
melompat keatas dan melakukan serangan balik. Ia meluncurkan serangan
pertamanya menggunakan juluran lidah yang tepat mengenai mata ular tersebut.
Disaat ular menyembuhkan matanya, Limbo dengan cerdik bersembunyi dibelakang
semak-semak tanpa sepengetahuan ular. Baru saat itulah Limbo menyadari bahwa
ular tersebut yang telah membunuh sahabatnya. Sempat terlintas di benak Limbo
ingin membalaskan dendam sahabatnya, namun ia teringat perkataan dari gurunya
untuk tidak memperbolehkannya membunuh siapapun.
Hingga
keesokan paginya Limbo menelusuri tempat persembunyian ular tersebut. Ia hanya
ingin berbicara baik-baik dengan ular. Ketika Limbo menemukan sebuah gowa, ia
penasaran ingin memeriksanya. Tanpa ia sadari ternyata gowa tersebut adalah
kediaman ular yang ia cari. Kedatangan Limbo ternyata telah disadari ular sejak
awal. Ketika Limbo masuk sekejap ular menutup lubang gowa, berharap Limbo tidak
bisa keluar dan menjadi santapan empuk bagi si ular. Dengan cepat ular yang
kelaparan itu mematuknya, namun lagi-lagi Limbo berhasil melompat sehingga ular
tersebut hanya mematuk batu. Dengan kelincahannya ular merasa kewalahan
menangkap Limbo. Namun ular yang terkenal dengan patukannya itu tidak
habis-habisnya menyerang Limbo. Hingga pada akhrinya limbo terkena patukan ular
itu tepat pada bagian kakinya. Dengan keadaan Limbo yang tak kuat berdiri, si
ular merasa bahagia karena pagi itu ia mendapatkan sarapan yang cukup gemuk.
Tanpa berfikir panjang ular itu langsung melancarkan serangan terakhirnya.
Limbo yang masih bisa bergerak langsung mengeluarkan jurus jurusnya. Jurus yang
dilancarkan Limbo akhirnya mengenai lidah si ular hingga akhirnya lidah ular
tersebut terbelah menjadi dua.
Ular :
“Aaaarrghhh…. Lidahku, kau apakan lidahku”?
Limbo :
“Maafkan aku ular, aku tidak bermaksud membelah lidahmu. Aku datang kesini
untuk maksud yang baik. Tetapi kamu justru menyerangku tanpa sebab yang pasti.
Ular
: “Apa maksudmu? Aku sedang kelaparan, wajar saja jika aku langsung
menyerangmu. Dan lidahku, apakah kau bisa mengembalikan lidahku?”
Limbo :
“Kau menyerang hewan-hewan dengan sekejap, hingga mereka tak menyadari akan
kedatanganmu. Apakah kamu sebut itu adil, tidak membiarkan mangsamu berlari dan
berjuang menyelamatkan diri sebelum kau santap? Sedangkan kau sendiri tanpa
tenaga menyantap mereka? Aku juga tidak bisa mengembalikan lidahmu kembali
seperti semula. Itu adalah akibat dari kesalahan dan keserakahanmu. Lidahmu aku
sengaja terbelah supaya kau dapat mendesis. Jadi hewan yang akan kau mangsa
bisa mendengar desisanmu dan langsung berlari menyelamatkan diri
Semenjak saat itu lidah ular terbelah menjadi
dua hingga saat ini. Dan mereka dapat mengeluarkan bunyi desisan ketika mereka
lapar dan melihat mangsa. Jadi mangsa yanh mendengar desisan tersebut bisa
langsung melarikan diri. Selain itu katak yang terlahir hidup di air, ketika
beranjak dewasa mereka berubah hidup di daratan. Karena pada saat itu sistem
pernafasan yang dimiliki anak katak (kecebong) adalah insang, dan berubah
menjadi paru-paru ketika sudah berubah menjadi katak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar