M Fikri
Ferdiansyah
Universitas
Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang
ABSTRAK: Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui variasi dialek-dialek bahasa jawa di Kabupaten Malang dan Trenggalek serta mencari
perbedaan dan persamaan dengan cara melihat variasi fonologis dan leksikal. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif. Variasi dialek yang ditemukan meliputi
Variasi Fonologis, Variasi Leksikal, Kemunculan Berian Bahasa Indonesia, dan dialek
khas Kabupaten Malang dan Trenggalek. Data yang dikumpulkan berasal dari
lingkungan nyata dan situasi apa adanya, yaitu dialek yang digunakan
masyarakat Kabupaten Malang dan Trenggalek.
Kata kunci: Varian
dialek, fonologis,
leksikal
Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa Rumpun Austronesia yang
dituturkan oleh masyarakat Suku Jawa di Indonesia dan berbagai wilayah lainnya.
Menurut jumlah penutur dan wilayah sebarnya, Bahasa Jawa merupakan salah satu
bahasa terbesar di dunia dengan jumlah penutur asli sekitar 80 juta orang, dan
merupakan bahasa lokal terbesar dan terbanyak penggunanya di Indonesia.Bahasa
Jawa sangat beragam, dan keragaman ini masih terpelihara sampai sekarang, baik
karena dituturkan maupun melalui dokumentasi tertulis. Dialek geografi, dialek
temporal, serta register dalam Bahasa Jawa sangat kaya sehingga seringkali
menyulitkan orang yang mempelajarinya.
Wilayah Kabupaten
Trenggalek secara geografis termasuk wilayah propinsi Jawa Timur yang letaknya
berada di selatan pulau Jawa Timur, diapit oleh dua kabupaten yaitu Ponorogo
dan Tulungagung. Bahasa Jawa yang dipakai oleh masyarakat Trenggalek merupakan
salah satu bentuk varian bahasa Jawa. Sedangkan untuk wilayah Malang sendiri terbagi
menjadi dua wilayah pemerintahan yaitu Kota Malang dan Kabutapen Malang. Kota
Malang terletak di 90 km sebelah selatan Surabaya dan merupakan kota terbesar
kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Kota Malang berada di dataran tinggi yang
cukup sejuk, dan seluruh wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Malang. Luas
wilayah Kota Malang adalah 252,10 km bersama
dengan Kota Batu dan Kabupaten Malang, Kota Malang merupakan bagian dari
kesatuan wilayah yang dikenal dengan Malang Raya. Wilayah Malang Raya
berpenduduk sekitar 4 juta jiwa sehingga menjadi kawasan metropolitan terbesar
kedua di Jawa Timur. Jika melihat bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan, sedikit
banyak pasti mengetahui perbedaan dalam pengucapannya di setiap daerah. Bahasa
Jawa di daerah Jawa Tengah tentu berbeda dengan Bahasa Jawa Timuran. Bahkan di
Jawa Timur sendiri juga berbeda, misalnya Malang-Surabaya terkenal dengan
khasnya yang tergolong dalam bahasa Jawa Ngoko atau kasar. Untuk wilayah Kabupaten Blitar, Trenggalek,
Tulungagung, sampai Ponorogo lebih halus dan mendekati dialek Jawa Tengah yang
halus. Jadi untuk melihat bagaimana macam variasi bahasa dialek-dialek bahasa
Jawa di Wilayah Malang dan Kabupaten Trenggalek,
sama seperti melihat bagaimana dialek bahasa Jawa di Jawa Tengan dan Jawa
Timur.
Suku Jawa sebagian
besar menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi sehari - hari. Dalam sebuah
survei pada awal 1990-an, kurang lebihhanya 12% orang Jawa yang menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, 18% menggunakan bahasa Jawa
dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.
Bahasa Jawa memiliki
aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara
dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh.Unggah-ungguh terdiri dari ngoko
dan krama. Ngoko digunakan untuk orang yang lebih muda, sepantaran, dan lebih
rendah status social. Sedangkan krama digunakan untuk orang yang lebih tua,
baru dikenal, dan lebih tinggi derajat atau status sosial. Aspek kebahasaan ini
memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa
biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.
Masyarakat Jawa juga
terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakar antropologi Amerika
yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi masyarakat Jawa
menjadi tiga kelompok: kaum santri, abangan, dan priyayi. Menurutnya kaum
santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut
Islam secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum Priyayi adalah kaum
bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang karena ia
mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi sosial ini
juga sulit diterapkan dalam menggolongkanorang-orang luar, misalkan orang
Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi seperti orang keturunan Arab,
Tionghoa, dan India.
Saat ini pembagian
golongan yang lebih dikenal dalam masyarakat Jawa ialah priyayi, wong cilik, dan bendara. Yang
termasuk dalam golongan priyayi ialah pegawai, golongan terpelajar, tokoh agama, dan ekonomi atas. Yang
termasuk golongan wong cilik ialah tukang, buruh dan pekerja kasar. Sedangkan
yang termasuk golongan bendara ialah keturunan dari bangsawan. Orang Jawa memiliki ciri
khas sebagai suku bangsa yang ramah dan sopan santun. Tetapi mereka juga
terkenal sebagai suku bangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat
ini kononberdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga keharmonisan atau
keserasian dan menghindari konflik, karena itulah mereka cenderung untuk diam
dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan pendapat.
Namun, tidak semua
orang Jawa memiliki sikap tertutup dan tidak mau berterus terang. Orang Jawa di
daerah timur bantaran Sungai Brantas — khususnya Kota Surabaya, Kabupaten
Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, Jombang, Kota dan Kabupaten Pasuruan, Kota Batu,
dan Malang memiliki watak egaliter, lugas, terbuka, terus terang, apa adanya,
dan tidak suka basa-basi. Tetapi di daerah Jawa Tmur lainnya, memiliki sikap
tertutup dan terdapat golongan-golongan sosial dalam berkomunikasi diantaranya
daerah Blitar menuju ke timur, seperti Kota dan Kabupaten Kediri, Tulungagung,
Trenggalek, Ponorogo, dan
Nganjuk yang memiliki watak tertutup menjunjung kesopanan dan masih terbagi
atas suatu golongan.
Bahasa Jawa yang
dipakai oleh masyarakat Kabupaten Trenggalek dan Malang merupakan salah satu
bentuk variasi bahasa Jawa. Meskipun secara geografis keduanya termasuk wilayah
proovinsi Jawa Timur, bentuk variasi bahasa Jawa yang digunakan berbeda.
Kabupaten Trenggalek lebih terpengaruh dengan variasi dialek bahasa Jawa diluar
wilayah Jawa Timur yaitu Jawa Tengah dengan ciri khasnya bahasa Jawa halus.
Sedangkan Malang masih dengan dengan ciri khasnya tersendiri yaitu dengan
bahasa Jawa Ngoko atau kasar. Untuk itulah bila kedua wilayah ini dibandingkan
tentunya akan memperlihatkan perbedaan yang mencolok, baik dari sisi fonologis
maupun leksikalnya. Mengingat perbedaan yang muncul dapat dipengaruhi oleh berbagai
hal, terutama yang berkaitan dengan lattar belakang sosial budaya masyarakat
dan situasi kebahasaan di wilayah tersebut.
Komunikasi
antar pengguna bahasa yang berbeda ini sangat sering terjadi, meskipun mereka
tinggal tinggal di satu wilayah yang sama, tetapi letaknya yang tidak
berdekatan dan saling berdekatan dengan daerah lain diluar Kabupaten Trenggalek
dan Malang sehingga memunnculkan variasi dialek bahasa Jawa. Perlu dipahami
bahwa bahasa merupakan sesuatu yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan
manusia. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari manusia berkomunikasi satu sama
lain, proses komunikasi ini sendiri menggunakan bahasa. Keberadaan sebuah
bahasa dapat membantu masyarakat dalam segala akktifitas yang dijalani. Setelah
melihat kondisi dari kedua wilayah yang sangat menarik untuk dilakukan
pengkajian lebih lanjut mengenai variasi bahasa dialek bahasa Jawa dengan
melihat pada aspek fonologis dan leksikal.
Penelitian
ini diadakan dengan tujuan sebagai berikut, (1) mendeskripsikan danmenjelaskan
bentuk variasi dialek bahasa Jawa di Kabupaten Trengggalek dan Malang yang
muncul dalam interaksi masyarakat dilihat dari variasi fonologis dan leksikal;
(2) mencari perbedaan dan persamaan dengan cara melihat variasi fonologis dan
leksikal dalam dialek bahasa Jawa Trengggalek dan Malang. Penelitian ini
merupakan sebuah penelitian yang mengkaji mengenai varasi dialek yang muncul di
sebuah wilayah, dalam hal ini adalah Kabupaten Trengggalek dan Malang. Istilah
dialek sendiri berasal dari bahasa Yunani “dialektos” yang pada mulanya
dipergunakan dalam hubungannya dengan keadaan bahasa Yunani pada waktu itu.
Abdul Chaer berpendapat bahawa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok
penutur yang jumlahnya relatif, yang berbeda dari satu tempat wilayah atau area
tertentu. Sedangkan menurut bahasa yunani dialek disebut dialektos yang berarti
varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Pemberian dialek berdasarkan faktor
geografi dan sosial. Dialek dibedakan berdasarkan kosa kata, tata bahasa, dan
pengucapan. Jika pembedaannya hanya berdasarkan pengucapan, maka disebut aksen.
Dapat
disimpulkan bahwa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang
berbeda dengan kelompok penutur lain berdasarkan atas letak geografi, faktor
sosial, dan lain-lain. Ilmu yang mempelajari dialek disebut dialektologi
yaitu bidang studi yang bekerja dalam memetakan batas dialek dari suatu bahasa.
Dialek-dialek
bahasa pada kenyataannya memiliki beberapa tingkatan, seperti yangdijelaskan
Guiraud dalam Aryatrohadi (1983:3—5), ada lima macam perbedaan atauvariasi
yakni:
a. Perbedaan
fonetik, polimorfisme, atau alofonik: perbedaan ini berada di bidang fonologi. Biasanya si
pemakai dialek atau bahasa yang bersangkutan tidakmenyadari adanya perbedaan
tersebut. Perbedaan fonetik itu dapat terjadi padavokal maupun konsonan.
b. Perbedaan
semantik: perbedaan ini mengacu pada terciptanya kata-kata baru berdasarkan perubahan
fonologi dan pergeseran bentuk.
c. Perbedaan
onomasiologis: mengacu pada penyebutan nama yang berbeda berdasarkan satu konsep
yang diberikan di beberapa tempat berbeda.
d. Perbedaan
semasiologis: mengacu pada pemberian nama yang sama untuk beberapa konsep yang
berbeda.
e. Perbedaan
morfologis: perbedaan ini dibatasi oleh adanya sistem tata bahasa yang bersangkutan, oleh
frekuensi morfem-morfem yang berbeda, oleh kegunaannya yang
berkerabat, oleh wujud fonetisnya, oleh daya rasa, dan oleh sejumlah faktor
lainnya.
Ayatrohadi
(1983: 13) juga membagi ragam-ragam dialek dalam tiga golongan antara
lain:
i.
Dialek 1 : dialek ini
di dalam kepustakaan dialektologi Roman, dialek ini disebutdalecte 1, yaitu
dialek yang berbeda-beda karena keadaan alam sekitar tempatdialek tersebut
digunakan sepanjang perkembangan. Dialek itu dihasilkan karenaadanya dua faktor
yang saling melengkapi, yaitu faktor waktu dan faktor tempat.
ii.
Dialek 2 : dialek ini
di dalam kepustakaan dialektologi Roman disebut dialecte2, regiolecte, atau
dialecte regional, yaitu bahasa yang dipergunakan di luar daerah pemakainya.
iii.
Dialek Sosial : dialek
sosial atau sosiolacte ialah ragam bahasa yang dipergunakan oleh
kelompok tertentu yang membedakan dari kelompokmasyarakat lainnya.
Penelitian
ini memfokuskan pada variasi fonologis dan leksikal, hal ini mengingatkedua
variasi tersebut banyak muncul pada daerah pengamatan. Keberadaan
variasifonologis dan leksikal ini saling mendukung satu sama lain. Variasi
fonologis mengacupada bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya untuk membedakan
makna. Prosesfonologis dalam penelitian bahasa Jawa di wilayah Kabupaten
Trengggalek dan Malang ini terdiri dari proses perubahan fonem, proses
penambahan fonem, dan proses hilangnya fonem. Perubahan fonem,
seperti pada kata ‘sikil’ yang berbunyi [sIkIl] dalam dialek Malang berubah
menjadi [sikIl] pada dialek Trenggalek.Pada kata ‘usus’ yang berbunyi [ʊsʊs]
dalam dialek Malang berubah menjadi [usʊs] pada dialek KabupatenTrenggalek.
Pada kata ‘Berpikir’ yang berbunyi [meker] dalam dialek Malang berubah menjadi
[miker]pada dialek Trenggalek. Pada kata ‘Benar’ yang berbunyi [bǝnǝr] dalam dialek Malang
berubah menjadi [pǝnǝr]pada dialek Trenggalek. Sedangkan penghilangan fonem
dalam variasi fonologis dapat dilihat dari contoh kata ‘Bulu’dalam bahasa Jawa
di Malang berbunyi [wulu] lalu dalam bahasa Jawa Kabupaten Trenggalek menjadi [ulu].
Variasi
bahasa dari penutur dapat berupa idiolek, dialek, sosiolek, dan kronolek. Chaer
dan Leonie Agurtina (1995:82) menyatakan bahwa idiolek adalah variasi bahasa
yng bersifat perseorangan. Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur
yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat tertentu (Chaer dan Leonie
Agustina, 2001:63). Menurut Poedjosoedarmo (1979:81) dialek adalah variasi
sebuah bahasa yang adanya ditentukan oleh latar belakang asal si penutur.
Menurut Nababan (1993:4) idiolek-idiolek lain dapat digolongkan dalam satu
kumpulan kategori yang disebut dialek. Dialek mengacu kesemua perbedaan antara
variasi bahasa yang satu dengan yang lain mencakup penggunaan tata bahasa, kosa
kata, maupun aspek-aspek ucapan (Chaika dalam Cahyono, 1995:387-388).
Penelitian
tentang Variasi dialek bahasa Jawa di Kabupaten Trengggalek dan Malang ini
berkaitan dengan suatu gejala kebahasaan yang sifatnya alamiah. Artinya data
yang dikumpulkan berasal dari lingkungan nyata dan situasi apa adanya, yaitu
dialek yang digunakan masyarakat Kabupaten Trenggalek dan Malang,
sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Hal ini disebabkan karena data yang terkumpul dan dianalisis secara Kualitatif.
VARIASI DIALEK BAHASA
JAWA DI KABUPATEN MALANG DAN TRENGGALEK
Penelitian ini adalah Variasi
Leksikon bahasa Jawa. Hal tersebut meliputi bentuk – bentuk variasi dialek
bahasa Jawa di kabupaten Malang dan Trenggalek. Data dari penelitian ini berupa
kata yang digunakan masyarakat kabupaten Malang dan Trenggalek dalam berkomunikasi
sehari-hari. Dari penelitian yang dilakukan Malang dan kabupaten Trenggalekpada
diperoleh hasil yakni,
1. Variasi Fonologis
Variasi fonologis yang muncul dalam
pengamatan terdiri dari proses perubahan fonem, penambahan dan
penghilangan atau pemendekan fonem baik konsonan maupun vokal.
Pada
pengamatan ditemukan variasi fonologis yang meliputi,
a.
Variasi Fonologis pada Konsonan
Penghilangan
fonem dalam variasi fonologis dapat dilihat dari contoh kata ‘Bulu’dalam bahasa Jawa di Malang
berbunyi [wulu] lalu dalam bahasa Jawa Kabupaten Trenggalek menjadi [ulu]. Dalam
variasi tersebut terjadi penghilangan konsonan /w/ dalam dialek bahasa Jawa
Treggalek.
Proses perubahan konsonan
terjadi pada kata ‘Benar’
memiliki dua berian yang muncul dalam
daerah pengamatan, yakni berian
yang berbunyi [bǝnǝr] dalam
dialek Malang berubah menjadi [pǝnǝr] pada dialek Trenggalek. Antara
berian [bǝnǝr] dan [pǝnǝr] terjadi perubahan fonem di awal kata, yaitu Dialek Malang menggunakan konsonan /b/ sedangkan pada Kabupaten Trenggalek
menggunkan konsonan /p/.
b. Variasi Fonologis pada Vokal
Proes perubahan vokal terjadi
pada kata ‘Kaki’ yang berbunyi [sIkIl] dalam dialek Malang berubah menjadi
[sikIl] pada dialek Trenggalek. Pada dialek
Malang menggunakan vokal /I/ sedangkan pada Kabupaten Trenggalek menggunkan vokal
/i/. Selanjutnya pada kata ‘usus’ yang berbunyi [ʊsʊs]
dalam dialek Malang berubah menjadi [usʊs] pada dialek Trenggalek. Dari hal tersebut tampak perubahan vokal di awal kata,
dalam dialek Malang menggunakan vokal /ʊ/ sedangkan pada kabupaten Trenggalek menggunkan vokal
/u/. Pada
kata ‘Berpikir’ yang berbunyi [mIker] dalam dialek Malang berubah menjadi
[miker] pada
dialek Trenggalek. Dari hal tersebut
tampak perubahan bunyi vokal yaitu dalam dialek Malang menggunakan vokal /I/ berubah menjadi vokal /i/ pada kabupaten Trenggalek.
c.
Bunyi Kluster dan
Nasal
Bunyi kluster mengacu
pada perangkapan bunyi
konsonan yang terjadi pada sebuah kata.
Bunyi klutser yang ditemukan di Kabupaten Malang dan
Trenggalek terjadi pada gloss ‘menguap’. Di daerah Malang gloss ‘menguap’
memiliki
berian [klangᴐpan] sedangkan di Kabupaten
Trenggalek memiliki berian [klakǝpan].
Pada berian [klangᴐpan] dan [klakǝpan]
dengan asal katanya
‘menguap’ muncul [kl] yang merupakan konsonan rangkap.
Gloss ‘menjahit’ di daerah Malang dan
kabupaten Trenggalek ditemukan berian [njahit]. Pada berian [njahit] dengan asal kata ‘menjahit’ muncul
[nj] yang menrupakan konsonan rangkap. Bunyi nasal merupakan bunyi
sertaan yang dihasilkan dengan cara memberikan
kesempatan arus udara melalui
rongga hidung sebelum
atau sesaat artikulasi
bunyi utama diucapkan.
Di Kabupaten Malang dan Trenggalek
ditemukan bunyi nasal yang berupa bunyi [ⁿy] dan [ⁿj]. Misalnya pada gloss ‘menikam’ di daerah Malang dan Kabupaten Trenggalek memiliki varian berian yang muncul. Pada daerah Malang ditemukan berian [ɲuɖʊʔ]dan di daerah Kabupaten Trenggalek terdapat berian [njᴐjʰᴐh].
2. Variasi Leksikal
Dari seluruh data pada
daerah Kabupaten Malang dan Trenggalek diperoleh 26 variasi
lekskal yang muncul. Variasi
leksikal yang ditemukan ini setidaknya minimal memiliki dua buah berian
pada setiap gloss. Adanya variasi pada
setiap daerah pengamatan
dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, salah satunya adalah letak geografis
daerah pengamatan. Semua variasi
leksikal yang ada ini diasumsikan dapat
mewakili
situasi kebahasaan di wilayah Kabupaten Malang dan Trenggalek.
Variasi leksikal tersebut misalnya pada gloss /Punggung/, pada
Kabupaten Malang menggunakan
berian [gǝgʰǝr] kemudian pada Kabupaten Trenggalek
menggunakan berian [bʰᴐyᴐʔ]. Kedua
berian tersebut yang muncul dalam masing-masing
dialek merupakan variasi
leksikal, karena [gǝgʰǝr]
dan [bʰᴐyᴐʔ] adalah
dua leksem yang berbeda, bukan berasal dari kata atau leksem yang sama namun menunjukartian yang sama. Gloss /Anak/, juga
ditemukan memiliki dua buah berian,
yakni
[bʰocah] dan
[areʔ]. Kedua barian tersbut merupakan
variasi leksikal, karena berian [bʰocah] pada
Kabupaten Trenggalek dan
berian [areʔ]
pada Kabupaten Malang adalah
kedua leksem yang berbeda namun memiliki
artian yang sama. Gloss /Jahat/, yang terdapat
pada dareah Malang dan Kabupaten
Trenggalek juga memiliki variasi
leksikal, karena di daerah Malang menggunakan [kǝrǝng] dan di
dareah
Kabupaten Trenggalek menggunakan [ԑlԑkan]. Namun kedua leksem yang berbeda tersebut memiliki
persamaan makna. Berian [ԑlԑkan]
memiliki kata dasar elek
berarti buruk yang mempunyai arti sifat yaitu
buruk atau jahat.
3.
Kemunculan
Berian Bahasa Indonesia
Pada
penelitian juga ditemukan berian-berian
yang muncul dari
sebuah gloss yang mengandung bahasa Indonesia. Misalnya, berian [tipis],
[pasir], [tali], dan [bʰuah], keempat berian tersebut merupakan
kata dalam bahasa
Indonesia. Hal ini memperlihatkan
bahwa pada masyarakat
di Kabupaten Malang danTrenggalek telah berkembang bahasa
Indonesia.
4. Dialek Khas di Kabupaten Malang dan Trenggalek
Kabupaten
Trenggalek dan Malang memiliki kekhasan nada yang muncul
dalam pengucapan masyarakat
ketika hendak melakukan
komunikasi antar penutur. Umumya masyarakat
Malang menambahi akhiran
[a] sedangkan di Kabupaten Trenggalek menambahi
akhiran [tƆ], misalnya [iyƆ a], [iyƆtƆ], dan
sebagainya. Penggunaan akhiran tersebut berfungsi sebagai imbuhan ketika sedang menanyakan
sesuatu kepada orang lain. Selain di Malang berian [a] ini
muncul pada daerah
Pasuruan dan Lumajang. Berian tersebut Selain di Kabupaten Trenggalek juga terdapat pada
daerah Blitar, Kabupaten Tulungagung,
dan
Ponorogo.
KESIMPULAN
Penelitian
ini menggunakan 250 leksikon dalam pemerolehan
datanya, daftar pertanyaan yang berupa leksikon ini mengacu pada
daftar pertanyaan Swadesh. Dari 250 leksikon
diperoleh 7 variasi fonologis
dan 26 variasi leksikal.
Pada
kedua variasi ditemukan
adanya berian yang mengalami proses aferesis dan sinkop. Selain itu,
juga
terdapat bunyi kluster dan
bunyi sertaan atau
nasal pada beberapa
berian.
Variasi
dialek yang muncul di Kabupaten Malang dan
Trenggalek bukan merupakan sebuah
dialek tersendiri, melain kan
sebuah varian dari
Bahasa Jawa. Dialek Kabupaten
Trenggalek cenderung mengacu pada dialek Jawa
Tengah.
Sedangkan Kabupaten Malang mengacu pada dialek
JawaTimur.
Pada
seluruh daerah pengamatan muncul
beberapa berian yang mengacu pada Bahasa Indonesia. Hal ini memperlihatkan bahwa Bahasa Indonesia mulai
berkembang dan digunakan oleh
masyarakat di wilayah Malang dan Kabupaten Trenggalek.
Daftar
Rujukan
Ayatrohaedi, 1983. Dialektologi: SebuahPengantar.
Jakarta: PusatPembinaandan
PengembanganBahasaDepartemenPendidikandanKebudayaan.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik:
PengantarAwal. Jakarta:RinekaCipta.
Marsono. 1986. Fonetik. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik:
SuatuPengantar. Jakarta: GramediaPustakaUtama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar