Iklan

Rabu, 15 Februari 2017

MACAM VARIAN DIALEK-DIALEK BAHASA JAWA DI WILAYAH MALANG DAN KABUPATEN TRENGGALEK



M Fikri Ferdiansyah
Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi dialek-dialek bahasa jawa di Kabupaten Malang dan Trenggalek serta mencari perbedaan dan persamaan dengan cara melihat variasi fonologis dan leksikal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Variasi dialek yang ditemukan meliputi Variasi Fonologis, Variasi Leksikal, Kemunculan Berian Bahasa Indonesia, dan dialek khas Kabupaten Malang dan Trenggalek. Data yang dikumpulkan berasal dari lingkungan nyata dan situasi apa adanya, yaitu dialek yang digunakan masyarakat Kabupaten Malang dan Trenggalek.    
Kata kunci: Varian dialek, fonologis, leksikal
Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa Rumpun Austronesia yang dituturkan oleh masyarakat Suku Jawa di Indonesia dan berbagai wilayah lainnya. Menurut jumlah penutur dan wilayah sebarnya, Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa terbesar di dunia dengan jumlah penutur asli sekitar 80 juta orang, dan merupakan bahasa lokal terbesar dan terbanyak penggunanya di Indonesia.Bahasa Jawa sangat beragam, dan keragaman ini masih terpelihara sampai sekarang, baik karena dituturkan maupun melalui dokumentasi tertulis. Dialek geografi, dialek temporal, serta register dalam Bahasa Jawa sangat kaya sehingga seringkali menyulitkan orang yang mempelajarinya.
Wilayah Kabupaten Trenggalek secara geografis termasuk wilayah propinsi Jawa Timur yang letaknya berada di selatan pulau Jawa Timur, diapit oleh dua kabupaten yaitu Ponorogo dan Tulungagung. Bahasa Jawa yang dipakai oleh masyarakat Trenggalek merupakan salah satu bentuk varian bahasa Jawa. Sedangkan untuk wilayah Malang sendiri terbagi menjadi dua wilayah pemerintahan yaitu Kota Malang dan Kabutapen Malang. Kota Malang terletak di 90 km sebelah selatan Surabaya dan merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Kota Malang berada di dataran tinggi yang cukup sejuk, dan seluruh wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Malang. Luas wilayah Kota Malang adalah 252,10 km bersama  dengan Kota Batu dan Kabupaten Malang, Kota Malang merupakan bagian dari kesatuan wilayah yang dikenal dengan Malang Raya. Wilayah Malang Raya berpenduduk sekitar 4 juta jiwa sehingga menjadi kawasan metropolitan terbesar kedua di Jawa Timur. Jika melihat bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan, sedikit banyak pasti mengetahui perbedaan dalam pengucapannya di setiap daerah. Bahasa Jawa di daerah Jawa Tengah tentu berbeda dengan Bahasa Jawa Timuran. Bahkan di Jawa Timur sendiri juga berbeda, misalnya Malang-Surabaya terkenal dengan khasnya yang tergolong dalam bahasa Jawa Ngoko atau kasar. Untuk wilayah Kabupaten Blitar, Trenggalek, Tulungagung, sampai Ponorogo lebih halus dan mendekati dialek Jawa Tengah yang halus. Jadi untuk melihat bagaimana macam variasi bahasa dialek-dialek bahasa Jawa di Wilayah Malang dan Kabupaten Trenggalek, sama seperti melihat bagaimana dialek bahasa Jawa di Jawa Tengan dan Jawa Timur.
Suku Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi sehari - hari. Dalam sebuah survei pada awal 1990-an, kurang lebihhanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.
Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh.Unggah-ungguh terdiri dari ngoko dan krama. Ngoko digunakan untuk orang yang lebih muda, sepantaran, dan lebih rendah status social. Sedangkan krama digunakan untuk orang yang lebih tua, baru dikenal, dan lebih tinggi derajat atau status sosial. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.
Masyarakat Jawa juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakar antropologi Amerika yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok: kaum santri, abangan, dan priyayi. Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum Priyayi adalah kaum bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan dalam menggolongkanorang-orang luar, misalkan orang Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi seperti orang keturunan Arab, Tionghoa, dan India.
Saat ini pembagian golongan yang lebih dikenal dalam masyarakat Jawa ialah priyayi, wong cilik, dan bendara. Yang termasuk dalam golongan priyayi ialah pegawai, golongan terpelajar, tokoh agama, dan ekonomi atas. Yang termasuk golongan wong cilik ialah tukang, buruh dan pekerja kasar. Sedangkan yang termasuk golongan bendara ialah keturunan dari bangsawan. Orang Jawa memiliki ciri khas sebagai suku bangsa yang ramah dan sopan santun. Tetapi mereka juga terkenal sebagai suku bangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini kononberdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga keharmonisan atau keserasian dan menghindari konflik, karena itulah mereka cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan pendapat.
Namun, tidak semua orang Jawa memiliki sikap tertutup dan tidak mau berterus terang. Orang Jawa di daerah timur bantaran Sungai Brantas — khususnya Kota Surabaya, Kabupaten Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, Jombang, Kota dan Kabupaten Pasuruan, Kota Batu, dan Malang memiliki watak egaliter, lugas, terbuka, terus terang, apa adanya, dan tidak suka basa-basi. Tetapi di daerah Jawa Tmur lainnya, memiliki sikap tertutup dan terdapat golongan-golongan sosial dalam berkomunikasi diantaranya daerah Blitar menuju ke timur, seperti Kota dan Kabupaten Kediri, Tulungagung, Trenggalek, Ponorogo, dan Nganjuk yang memiliki watak tertutup menjunjung kesopanan dan masih terbagi atas suatu golongan.
Bahasa Jawa yang dipakai oleh masyarakat Kabupaten Trenggalek dan Malang merupakan salah satu bentuk variasi bahasa Jawa. Meskipun secara geografis keduanya termasuk wilayah proovinsi Jawa Timur, bentuk variasi bahasa Jawa yang digunakan berbeda. Kabupaten Trenggalek lebih terpengaruh dengan variasi dialek bahasa Jawa diluar wilayah Jawa Timur yaitu Jawa Tengah dengan ciri khasnya bahasa Jawa halus. Sedangkan Malang masih dengan dengan ciri khasnya tersendiri yaitu dengan bahasa Jawa Ngoko atau kasar. Untuk itulah bila kedua wilayah ini dibandingkan tentunya akan memperlihatkan perbedaan yang mencolok, baik dari sisi fonologis maupun leksikalnya. Mengingat perbedaan yang muncul dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, terutama yang berkaitan dengan lattar belakang sosial budaya masyarakat dan situasi kebahasaan di wilayah tersebut.
Komunikasi antar pengguna bahasa yang berbeda ini sangat sering terjadi, meskipun mereka tinggal tinggal di satu wilayah yang sama, tetapi letaknya yang tidak berdekatan dan saling berdekatan dengan daerah lain diluar Kabupaten Trenggalek dan Malang sehingga memunnculkan variasi dialek bahasa Jawa. Perlu dipahami bahwa bahasa merupakan sesuatu yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari manusia berkomunikasi satu sama lain, proses komunikasi ini sendiri menggunakan bahasa. Keberadaan sebuah bahasa dapat membantu masyarakat dalam segala akktifitas yang dijalani. Setelah melihat kondisi dari kedua wilayah yang sangat menarik untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai variasi bahasa dialek bahasa Jawa dengan melihat pada aspek fonologis dan leksikal.
Penelitian ini diadakan dengan tujuan sebagai berikut, (1) mendeskripsikan danmenjelaskan bentuk variasi dialek bahasa Jawa di Kabupaten Trengggalek dan Malang yang muncul dalam interaksi masyarakat dilihat dari variasi fonologis dan leksikal; (2) mencari perbedaan dan persamaan dengan cara melihat variasi fonologis dan leksikal dalam dialek bahasa Jawa Trengggalek dan Malang. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian yang mengkaji mengenai varasi dialek yang muncul di sebuah wilayah, dalam hal ini adalah Kabupaten Trengggalek dan Malang. Istilah dialek sendiri berasal dari bahasa Yunani “dialektos” yang pada mulanya dipergunakan dalam hubungannya dengan keadaan bahasa Yunani pada waktu itu. Abdul Chaer berpendapat bahawa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berbeda dari satu tempat wilayah atau area tertentu. Sedangkan menurut bahasa yunani dialek disebut dialektos yang berarti varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Pemberian dialek berdasarkan faktor geografi dan sosial. Dialek dibedakan berdasarkan kosa kata, tata bahasa, dan pengucapan. Jika pembedaannya hanya berdasarkan pengucapan, maka disebut aksen.
Dapat disimpulkan bahwa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang berbeda dengan kelompok penutur lain berdasarkan atas letak geografi, faktor sosial, dan lain-lain. Ilmu yang mempelajari dialek disebut dialektologi yaitu bidang studi yang bekerja dalam memetakan batas dialek dari suatu bahasa.
Dialek-dialek bahasa pada kenyataannya memiliki beberapa tingkatan, seperti yangdijelaskan Guiraud dalam Aryatrohadi (1983:3—5), ada lima macam perbedaan atauvariasi yakni:
a.       Perbedaan fonetik, polimorfisme, atau alofonik: perbedaan ini berada di bidang fonologi. Biasanya si pemakai dialek atau bahasa yang bersangkutan tidakmenyadari adanya perbedaan tersebut. Perbedaan fonetik itu dapat terjadi padavokal maupun konsonan.
b.      Perbedaan semantik: perbedaan ini mengacu pada terciptanya kata-kata baru berdasarkan perubahan fonologi dan pergeseran bentuk.
c.       Perbedaan onomasiologis: mengacu pada penyebutan nama yang berbeda berdasarkan satu konsep yang diberikan di beberapa tempat berbeda.
d.      Perbedaan semasiologis: mengacu pada pemberian nama yang sama untuk beberapa konsep yang berbeda.
e.       Perbedaan morfologis: perbedaan ini dibatasi oleh adanya sistem tata bahasa yang bersangkutan, oleh frekuensi morfem-morfem yang berbeda, oleh kegunaannya yang berkerabat, oleh wujud fonetisnya, oleh daya rasa, dan oleh sejumlah faktor lainnya.

Ayatrohadi (1983: 13) juga membagi ragam-ragam dialek dalam tiga golongan antara
lain:
        i.            Dialek 1 : dialek ini di dalam kepustakaan dialektologi Roman, dialek ini disebutdalecte 1, yaitu dialek yang berbeda-beda karena keadaan alam sekitar tempatdialek tersebut digunakan sepanjang perkembangan. Dialek itu dihasilkan karenaadanya dua faktor yang saling melengkapi, yaitu faktor waktu dan faktor tempat.
      ii.            Dialek 2 : dialek ini di dalam kepustakaan dialektologi Roman disebut dialecte2, regiolecte, atau dialecte regional, yaitu bahasa yang dipergunakan di luar daerah pemakainya.
    iii.            Dialek Sosial : dialek sosial atau sosiolacte ialah ragam bahasa yang dipergunakan oleh kelompok tertentu yang membedakan dari kelompokmasyarakat lainnya.
Penelitian ini memfokuskan pada variasi fonologis dan leksikal, hal ini mengingatkedua variasi tersebut banyak muncul pada daerah pengamatan. Keberadaan variasifonologis dan leksikal ini saling mendukung satu sama lain. Variasi fonologis mengacupada bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya untuk membedakan makna. Prosesfonologis dalam penelitian bahasa Jawa di wilayah Kabupaten Trengggalek dan Malang ini terdiri dari proses perubahan fonem, proses penambahan fonem, dan proses hilangnya fonem. Perubahan fonem, seperti pada kata ‘sikil’ yang berbunyi [sIkIl] dalam dialek Malang berubah menjadi [sikIl] pada dialek Trenggalek.Pada kata ‘usus’ yang berbunyi [ʊsʊs] dalam dialek Malang berubah menjadi [usʊs] pada dialek KabupatenTrenggalek. Pada kata ‘Berpikir’ yang berbunyi [meker] dalam dialek Malang berubah menjadi [miker]pada dialek Trenggalek. Pada kata ‘Benar’  yang berbunyi [bǝnǝr] dalam dialek Malang berubah menjadi [pǝnǝr]pada dialek Trenggalek. Sedangkan penghilangan fonem dalam variasi fonologis dapat dilihat dari contoh kata ‘Bulu’dalam bahasa Jawa di Malang berbunyi [wulu] lalu dalam bahasa Jawa Kabupaten Trenggalek menjadi [ulu].
Variasi bahasa dari penutur dapat berupa idiolek, dialek, sosiolek, dan kronolek. Chaer dan Leonie Agurtina (1995:82) menyatakan bahwa idiolek adalah variasi bahasa yng bersifat perseorangan. Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat tertentu (Chaer dan Leonie Agustina, 2001:63). Menurut Poedjosoedarmo (1979:81) dialek adalah variasi sebuah bahasa yang adanya ditentukan oleh latar belakang asal si penutur. Menurut Nababan (1993:4) idiolek-idiolek lain dapat digolongkan dalam satu kumpulan kategori yang disebut dialek. Dialek mengacu kesemua perbedaan antara variasi bahasa yang satu dengan yang lain mencakup penggunaan tata bahasa, kosa kata, maupun aspek-aspek ucapan (Chaika dalam Cahyono, 1995:387-388).
Penelitian tentang Variasi dialek bahasa Jawa di Kabupaten Trengggalek dan Malang ini berkaitan dengan suatu gejala kebahasaan yang sifatnya alamiah. Artinya data yang dikumpulkan berasal dari lingkungan nyata dan situasi apa adanya, yaitu dialek yang digunakan masyarakat Kabupaten Trenggalek dan Malang, sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Hal ini disebabkan karena data yang terkumpul dan dianalisis secara Kualitatif.

VARIASI DIALEK BAHASA JAWA DI KABUPATEN MALANG DAN TRENGGALEK
Penelitian ini adalah Variasi Leksikon bahasa Jawa. Hal tersebut meliputi bentuk – bentuk variasi dialek bahasa Jawa di kabupaten Malang dan Trenggalek. Data dari penelitian ini berupa kata yang digunakan masyarakat kabupaten Malang dan Trenggalek dalam berkomunikasi sehari-hari. Dari penelitian yang dilakukan Malang dan kabupaten Trenggalekpada diperoleh hasil yakni,

1. Variasi Fonologis
Variasi fonologis yang muncul dalam pengamatan terdiri dari proses perubahan fonem, penambahan dan penghilangan atau pemendekan fonem baik konsonan maupun vokal.
Pada pengamatan ditemukan variasi fonologis yang meliputi,
a. Variasi Fonologis pada Konsonan
Penghilangan fonem dalam variasi fonologis dapat dilihat dari contoh kata ‘Bulu’dalam bahasa Jawa di Malang berbunyi [wulu] lalu dalam bahasa Jawa Kabupaten Trenggalek menjadi [ulu]. Dalam variasi tersebut terjadi penghilangan konsonan /w/ dalam dialek bahasa Jawa Treggalek. 
Proses perubahan konsonan terjadi pada kata ‘Benar’ memiliki dua berian yang muncul dalam daerah pengamatan, yakni berian yang berbunyi [bǝnǝr] dalam dialek Malang berubah menjadi [pǝnǝr] pada dialek Trenggalek. Antara berian [bǝnǝr] dan [pǝnǝr] terjadi perubahan fonem di awal kata, yaitu Dialek Malang menggunakan konsonan /b/ sedangkan pada Kabupaten Trenggalek menggunkan konsonan /p/.
b. Variasi Fonologis pada Vokal
Proes perubahan vokal terjadi pada kata ‘Kaki’ yang berbunyi [sIkIl] dalam dialek Malang berubah menjadi [sikIl] pada dialek Trenggalek. Pada dialek Malang menggunakan vokal /I/ sedangkan pada Kabupaten Trenggalek menggunkan vokal /i/. Selanjutnya pada kata ‘usus’ yang berbunyi [ʊsʊs] dalam dialek Malang berubah menjadi [usʊs] pada dialek Trenggalek. Dari hal tersebut tampak perubahan vokal di awal kata, dalam dialek Malang menggunakan vokal /ʊ/ sedangkan pada kabupaten Trenggalek menggunkan vokal /u/. Pada kata ‘Berpikir’ yang berbunyi [mIker] dalam dialek Malang berubah menjadi [miker] pada dialek Trenggalek. Dari hal tersebut tampak perubahan bunyi vokal yaitu dalam dialek Malang menggunakan vokal /I/ berubah menjadi vokal /i/ pada kabupaten Trenggalek.
c. Bunyi Kluster dan Nasal
Bunyi kluster mengacu pada perangkapan bunyi konsonan yang terjadi pada sebuah kata. Bunyi klutser yang ditemukan di Kabupaten Malang dan Trenggalek terjadi pada gloss ‘menguap’. Di daerah Malang gloss ‘menguap’ memiliki berian [klangpan] sedangkan di Kabupaten Trenggalek memiliki berian [klakǝpan]. Pada berian [klangpan] dan [klakǝpan] dengan asal katanya ‘menguap’ muncul [kl] yang merupakan konsonan rangkap.
Gloss ‘menjahit’ di daerah Malang dan kabupaten Trenggalek ditemukan berian [njahit]. Pada berian [njahit] dengan asal kata ‘menjahit’ muncul [nj] yang menrupakan konsonan rangkap. Bunyi nasal merupakan bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara memberikan kesempatan arus udara melalui rongga hidung sebelum atau sesaat artikulasi bunyi utama diucapkan. Di Kabupaten Malang dan Trenggalek ditemukan bunyi nasal yang berupa bunyi [ⁿy] dan [ⁿj]. Misalnya pada gloss ‘menikam’ di daerah Malang dan Kabupaten Trenggalek memiliki varian berian yang muncul. Pada daerah Malang ditemukan berian [ɲuɖʊʔ]dan di daerah Kabupaten Trenggalek terdapat berian [njᴐjʰᴐh].

2. Variasi Leksikal
Dari seluruh data pada daerah Kabupaten Malang dan Trenggalek diperoleh 26 variasi lekskal yang muncul. Variasi leksikal yang ditemukan ini setidaknya minimal memiliki dua buah berian pada setiap gloss. Adanya variasi pada setiap daerah pengamatan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah letak geografis daerah pengamatan. Semua variasi leksikal yang ada ini diasumsikan dapat mewakili situasi kebahasaan di wilayah Kabupaten Malang dan Trenggalek.
Variasi leksikal tersebut misalnya pada gloss /Punggung/, pada Kabupaten Malang menggunakan berian [gǝgʰǝr] kemudian pada Kabupaten Trenggalek menggunakan berian [bʰᴐyᴐʔ].  Kedua berian tersebut yang muncul dalam masing-masing dialek merupakan variasi leksikal, karena [gǝgʰǝr] dan [bʰᴐyᴐʔ] adalah dua leksem yang berbeda, bukan berasal dari kata atau leksem yang sama namun menunjukartian yang sama. Gloss /Anak/, juga ditemukan memiliki dua buah berian, yakni [bʰocah] dan [areʔ]. Kedua barian tersbut merupakan variasi leksikal, karena berian [bʰocah] pada Kabupaten Trenggalek  dan berian [areʔ] pada Kabupaten Malang adalah kedua leksem yang berbeda namun memiliki artian yang sama. Gloss /Jahat/, yang terdapat pada dareah Malang dan Kabupaten Trenggalek juga memiliki variasi leksikal, karena di daerah Malang menggunakan [kǝrǝng] dan di dareah Kabupaten Trenggalek menggunakan [ԑlԑkan]. Namun kedua leksem yang berbeda tersebut memiliki persamaan makna. Berian [ԑlԑkan] memiliki kata dasar elek berarti buruk yang mempunyai arti sifat yaitu buruk atau jahat.

3. Kemunculan Berian Bahasa Indonesia
Pada penelitian juga ditemukan berian-berian yang muncul dari sebuah gloss yang mengandung bahasa Indonesia. Misalnya, berian [tipis], [pasir], [tali], dan [bʰuah], keempat berian tersebut merupakan kata dalam bahasa Indonesia. Hal ini memperlihatkan bahwa pada masyarakat di Kabupaten Malang danTrenggalek telah berkembang bahasa Indonesia.

4. Dialek Khas di Kabupaten Malang dan Trenggalek
Kabupaten Trenggalek dan Malang memiliki kekhasan nada yang muncul dalam pengucapan masyarakat ketika hendak melakukan komunikasi antar penutur. Umumya masyarakat Malang menambahi akhiran [a] sedangkan di Kabupaten Trenggalek menambahi akhiran [tƆ], misalnya [iyƆ a], [iyƆtƆ], dan sebagainya. Penggunaan akhiran tersebut berfungsi sebagai imbuhan ketika sedang menanyakan sesuatu kepada orang lain. Selain di Malang berian [a] ini muncul pada daerah Pasuruan dan Lumajang. Berian tersebut Selain di Kabupaten Trenggalek juga terdapat pada daerah Blitar, Kabupaten Tulungagung, dan Ponorogo. 


KESIMPULAN
Penelitian ini menggunakan 250 leksikon dalam pemerolehan datanya, daftar pertanyaan yang berupa leksikon ini mengacu pada daftar pertanyaan Swadesh. Dari 250 leksikon diperoleh 7 variasi fonologis dan 26 variasi leksikal. Pada kedua variasi ditemukan adanya berian yang mengalami proses aferesis dan sinkop. Selain itu, juga terdapat bunyi kluster dan bunyi sertaan atau nasal pada beberapa berian.
Variasi dialek yang muncul di Kabupaten Malang dan Trenggalek bukan merupakan sebuah dialek tersendiri, melain kan sebuah varian dari Bahasa Jawa. Dialek Kabupaten Trenggalek cenderung mengacu pada dialek Jawa Tengah. Sedangkan Kabupaten Malang mengacu pada dialek JawaTimur.
Pada seluruh daerah pengamatan muncul beberapa berian yang mengacu pada Bahasa Indonesia. Hal ini memperlihatkan bahwa Bahasa Indonesia mulai berkembang dan digunakan oleh masyarakat di wilayah Malang dan Kabupaten Trenggalek.


Daftar Rujukan
Ayatrohaedi, 1983. Dialektologi: SebuahPengantar. Jakarta: PusatPembinaandan
PengembanganBahasaDepartemenPendidikandanKebudayaan.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik: PengantarAwal. Jakarta:RinekaCipta.
Marsono. 1986. Fonetik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik: SuatuPengantar. Jakarta: GramediaPustakaUtama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar