Iklan

Minggu, 12 Februari 2017

KEBERADAAN DAN NILAI TEMBANG DOLANAN DI TENGAH GELOMBANG MODERNISME



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tembang dolanan merupakan istilah bahasa Jawa yang berasal dari dua kata tembang dan dolanan. Tembang merupakan tuturan puisi Jawa yang disuarakan dengan menggunakan nada-nada dan irama. Tuturannya menggunakan tingkat tutur bahasa Jawa Ngoko (tingkat rendah) dan Madya (tingkat menengah). Dolanan adalah suatu kegiatan permainan yang dilakukan oleh anak-anak yang bertujuan menghibur hati atau mendapatkan kegembiraan. Dengan demikian, tembang dolanan merupakan tembang yang dinyanyikan oleh anak-anak dengan disertai suatu kegiatan permainan. Tembang dolanan sebagai tuturan puisi rakyat yang dilantunkan dengan menggunakan nada dan irama terbangun dari bentuk dan isi yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan yang bermanfaat untuk pembelajaran. Bentuk tuturan tembang dolanan berkaitan dengan unsur bunyi (swara), diksi (tembung), larik (gatra), bait (pada) dan bentuk penampilannya. Di Desa Melis Kabupaten Trenggalek tembang dolanan merupakan sarana untuk bersenang-senang dalam mengisi waktu luang dan sebagai sarana komunikasi yang mengandung pesan mendidik. Sebagai sarana komunikasi, tembang dolananmenggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh anak-anak.
Gelombang modernisme tidak saja berpengaruh, berakibat atau berdampak kepada satu generasi, namun juga generasi berikutnya yang memiliki posisi strategis sebagai amanah penjamin kelangsungan peradaban masa depan kebudayaan. Modernisasi adalah realitas yang terus menjadi, taqkmungkin dihindari kecuali hanya diresapi, dipahami, dan dimuliakan dalam satu proses yang dinamis-organis. Inilah dasar pendirian dari paper ini, sebuah uraian perenungan sederhana bagaimana menegakkan kembali kehidupan dengan kebajikan dan kearifan sendiri, tembang dolanan anak. Tembang dolanan anak sebagai tradisi lisan merupakan sistem wacana niraksara dan beraksara (Pudentia, 1998) yang sebagian besar adalah anonim, disebarkan dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya.



1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah keberadaan tembang dolanan di Desa Melis?
2. Bagaimanakah nilai-nilai yang terkandung dalam tembang dolanan di Desa Melis?
3. Apakah penyebab lunturnya tembang dolanan di Desa Melis?

1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan keberadaan tembang dolanan di Desa Melis
2. Mendeskripsikan nilai-nilai yang terkandung dalam tembang dolanan di Desa Melis
3. Mendeskripsikan penyebab lunturnya tembang dolanan di Desa Melis





BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tembang Dolanan Anak Sebagai Simbolik Ajaran
Tembang dolanan sesungguhnya merupakan karya seni-sastra yang tercipta dengan berbagai macam tujuan sesuai konteksnya. Makna, tujuan, ataupun fungsi tembang dolanan dapat dilihat sejarah munculnya, bahasa dan sastranya, nilai ajaran dan filosofinya, serta konteks budaya yang melatar belakanginya. Dunia simbolik dimaksud memiliki sifat dasar, yaitu tidak langsung, tertunda, dan metaforis. Bentuk ajaran dalam tembang dolanan diungkapkan secara simbolis. Banyaknya macam, peruntukan, dan perwujudannya menunjukkan bahwa tembang dolanan tidak sekedar berfungsi untuk menghibur, namun juga mengasah kemampuan intelektualitas, perasaan dan emosi, serta kemampuan fisik dan kerja manipulatif anak (Koestler, 1967).
Seperti kebodohan dan kemalasan wujud dalam diri Sang Menthok yang digambarkan ngisin-isini ‘‘memalukan’’, suka tidur (enak-enak ngorok) dan malas bekerja (ora nyambut gawe). Deskripsi sifat bodoh dan malas yang membingungkan dan sulit dimengerti dirubah menjadi simbol-simbol mudah, lebih menyentuh dan akrab dengan dunia anak-anak. Maknanya, tembang dolanan menjadi sarana artifisial untuk mengartikulasikan kehidupan yang membingungkan dan asing, menyubimasi stress menjadi sesuatu yang “riil”dan melekatke dalam diri anak.
2.2 Tembang Sebagai Wacana Komunikasi
Tembang dolanan anak pada dasarnya adalah komunikasi melalui media tembang, secara verbal atau non non-verbal melalui gerak-gerik, dan atau isyarat tertentu yang dipahami bersama. Permainan di dalamnya memungkinkan terjadinya komunikasi interaksional para pesertanya. Jika salah satu menyampaikan pesan, maka peserta lainnyaakan menanggapinya. Suasana interaktif yang tercipta (kebersamaan) menjadi “pesan” tersendiri dan jauh lebih menonjol dari nilai pesan tembang yang disampaikan.Tak jarang terjadi komunikasi model transaksional, manakala terjadi proses negosiasi yang melibatkan dampak dan tanggungjawab peserta komunikasi.
Seperti yang terdapat pada tembang dolanan “Cublak-cublak suweng” berikut.
Cublak-cublak suweng
Suwenge ting gelenter
Mambu keetundang gudel
Pak gempo lela-lelo
Sopo ngguyu ndelekake
Sir-sir pong dele kopong
Sir-sir pong dele kopong
Sir-sir pong dele kopong
            Selesai menyanyikan lagu itu, anak yang telungkup bangun dan disuruh menebak siapa yang menggenggam batu tersebut. Si anak yang telungkup jika salah menebak maka ia akan disuruh telungkup lagi dalam fase permainan berikutnya. Hingga sampai anak yang telungkup tersebut berhasil menebak siapa yang membawa batu, maka yang pembawa batu menggantikan pemain yang bertelungkup.
            Permainan ini mengajarkan tentang pencarian harta dalam hidup. “Suweng” (kata yang masih bertahan di Desa Melis) artinya hiasan ditelinga, lebih berga daripada anting, identic dengan harta. Biasa diartikan “ayolah tebak tempat harta”. “suwenge ting gelenter” maksudnya hartanya tersebar dimana-mana. Hal ini terlihat pula dalam permainannya dimana anak-anak menyembunyikan batu kerikil (diibaratkan suweng) lalu beredar dari satu tangan ke tangan yang lain. “Mambu ketundung gudel” yang artinya tercium anak kerbau. Anak kerbau identing dengan kebodohan (berwujud anak yang belum matang atau belum mengetahui apa-apa). Secara garis besar kabar tentang tempat harta ini mudah tercium oleh orang-orang bodoh. “Pak Gempo lela-lelo” yag artinya pak gempo mencarinya. Wujud pak Gempo yang lebih berakal dari “gudel” yang bersujud dan akhirnya menebak siapa yang menyimpan kerikil. “Sopo ngguyu delekake” artinya siapa yang tertawa pasti menyembunyikan. “Sir-sir pong dele kopong” yang artinya di dalam hati nurani yang kosong. Suatu petunjuk bagi yang ingin mencari harta/menebak di permainan bahwa untuk mencarinya gunakanlah hati nurani.
2.3 Tembang Dolanan Sebagai Wacana Estetis
Keberadaan tembang dolanan anak tidak terlepas dari fungsinya sebagai hiburan bagi anak-anak. Selain memberi rasa senang, tembang dolanan anak memiliki bentuk, makna, dan fungsi yang sarat dengan warna estetika tradisional. Konsep dasar yang diusung oleh tembang dolanan anak adalah konsep rukun, gembira, seni, daya dinayan “saling memberi (kekuatan) dan membantu” antar peserta dan lingkungan, dan konsep hiburan (Wahyu, dkk. 1994:12). Semua itu menjadi identitas estetis tembang dolanan (Palgunadi, 2002:53). Karenanya, tembang dolanan lebih bersifat universal, kecuali pada pemakaian bahasa yang mengenal dialek. Walaupun begitu titi laras tembang tetap menunjukkan notasi yang hampir sama.
Sebagai wacana estetis, tembang dolanan memiliki watak yang berbeda-beda. Karakter yang dikandung di dalam sebuah tembang merupakan sistem dan norma yang dapat dihayati dengan menggunakan medium bahasa. Watak di dalam tembang dolanan anak terkait erat dengan sifat dan ciri tradisi setempat (Amir, 1999) di mana tembang itu di lahirkan. Tembang dolanan anak secara umum memiliki watak atau karakter, yaitu:
1.      Memiliki wilayah sebaran dan jangkauan estetika yang tidak terbatas pada kultur yang mendukungnya.
2.      Eksistensi dan perkembangan estetika tembang dolanan anak berkait dengan dinamika masyarakat pemilik dan pemeliharanya.
3.      Tembang dolanan anak merupakan bagian dari kosmos kehidupan yang bulat.
4.      Tembang dolanan anak sebagian besar (hampir seluruhnya) adalah anonym, bukan dicipta oleh seseorang namun oleh sebuah kolektif pendukungnya.
5.      Tembang dolanan anak merupakan refleksi estetis kehidupan masyarakat yang bulat dan utuh dan merupakan bentuk seni utilitas bagi masyarakatnya.
2.4 Teori Pendidikan Budi Pekerti
Budi pekerti adalah watak dan perbuatan seseorang sebagai perwujudan hasil pemikiran. Budi pekerti itu merupakan sikap dan perilaku yang dilandasi oleh kegiatan berfikir. Tentu saja proses berfikir yang sehat sehingga menghsilkan budi pekerti yang baik. Merurut Suwarni (1996: 5) disebut juga budi pekerti luhur. Budi pekerti memiliki peranan tertentu dalam kehidupan manusia. Menurut Palgunadi (2002:36) jaran moral adalah ajaran yang berkaitan dengan perbuatan dan kelakuan yang pada hakikatnya merupakan pencerminan akhlak atau budi pekerti.
Berdasarkan data yang diperoleh, tembang dolanan di Desa Melis memiliki makna/nilai budi pekerti nilai religius, kebersamaan, kerendahan hati (tidak boleh sombong), dan intropeksi diri. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut.
2.4.1 Tembang Dolanan Berbahasa Jawa yang Mengandung Nilai Pekerti Religius atau Keagamaan
a. Tebang Dolanan Sluku-sluku Batok
Sluku-sluku bathok
Bathoke ela-elo
Si Rama menyang Solo
Oleh-olehe payung motha
Mak jenthit lolo lobah
Wong mati ora obah
Nek obah medeni bocah
Nek urip goleka dhuwit.
Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
‘Ayun-ayun kepala’
‘Kepalanya geleng geleng’
‘Si bapak pergi ke Solo’
‘Oleh-olehnya payung mutha’
‘Secara tiba-tiba begerak
‘Orang mati tidak bergerak’
‘Kalau bergerak menakuti orang’
‘Kalau hidup carilah uang’
Makna yang tersirat dalam tembang dolanan “Sliku-sluku batok” yaitu nilai religius. Dalam syair tersebut bermakna manusia hendaklah membersihkan batinnya dan senantiasa berdzikir mengingat Allah dengan (ela-elo) menggelengkan kepala mengucap lafal laa ila ha illallah disaat susah maupun senang. Dikala menerima musibah maupun kenikmatan, hidup mati manusia ditangan Allah, maka dari itu selagi masih hidup berbualah baik terhadap sesama, dan beribadah kepada Allah Maha segala-galanya, apabila sekali berkehendak mencabut nyawa seseorang, tak seorang pun mampu menolakkan

b. Padhang Bulan
Yo prakanca dolanan ing jobo
Padhang mbulan padhange kaya rina
Rembulane kang ngawe-ngawe
Ngelikake aja turu sore-sore
Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
‘Ayo teman-teman bermain diluar’
‘Cahaya bulan yang terang benderang’
‘Rembulan yang seakan-akan melambaikan tangan’
‘Mengingat kepada kita untuk tidak tidur sore-sore’
Dalam tembang dolanan padang bulan mengandung makna religius (keagamaan). Maksud dari tembang dolanan tersebut adalah kita hendaknya bersyukur kepada yang Maha Kuasa untuk menikmati keindahan alam. Untuk menunjukkan rasa syukur itu kita diharapkan tidak tidur terlalu sore karena kita bisa melaksanaan ibadah di waktu malam.
2.4.2 Tembang Dolanan Berbahasa Jawa yang Mengandung Makna Pendidikan dan Introspeksi Diri
a. Menthok-Menthok
Mentok-mentok tak kandani
Mung solahmu angisin-isini
Mbokya aja ndeprok
Ana kandhang wae
 Enak-enek ngorok
Ora nyambut gawe
Menthok-mentok
Mung lakumu megal-megol gawe guyu
            Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
‘Menthok-menthok saya menasehati’
‘Hanya perilakumu yang memalukan’
‘Jangan hanya diam dan duduk’
‘Di kandang saja’
‘Enak-enakan mendengkur’
‘Tidak bekerja’
‘Menthok-mentok’
‘Hanya jalanmu yang menggoyangan pantat membuat orang tertawa’
            Dalam lirik tembang dolanan “Menthok-mentok” mengandung makna intropeksi diri. Sebagai umat manusia tidak boleh menyombongkan diri, karena sesungguhnya semua yang ada di dunia ini diciptakan oleh Allah dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Sebaiknya kita berusaha dan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, tidak malas, tidak suka tidur, dan selalu berbuat baik terhadap sesame. Dalam syair temban dolanan tersebut yang diibaratkan menthok, meskipun dia itu pemalas, bersifat jahat, dan suka tidur, tetapi dia masih mempunyai sifat baik dan berguna baik orang lain yaitu menghibur dan membuat orang lain tertawa.
b. Gundul-gundul Pacul
Gundhul gundhul pacul cul,
Gembelengan
nyunggi nyunggi wakul kul,
gembelengan
wakul ngglimpang, segane dadi sakratan
wakul ngglimpang, segane dadi sakratan
Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
‘Kepala botak tanpa rambut ibarat cangkul, geleng- geleng’
‘Membawa bakul, geleng- geleng’
‘Bakulnya jatuh, nasinya tumpah berantakan di jalan’
‘Bakulnya jatuh, nasinya tumpah berantakan di jalan’
Menggambarkan seorang anak yang gundul, nakal, bandel, angkuh, dan tidak bertanggung jawab. Dia tidak dapat membedakan hal-hal yang baik dan buruk. Dia beranggapan bahwa dirinya orang yang paling benar, paling bisa, dan paling pintar, sehingga dia bersikap “gembelelengan”, sombong, dan tak tahu diri. Apabila dipercaya untuk memegang amanah yang menyangkut kehidupan orang banyak, dia tetap bersikap tidak peduli. Akibat dari kesombongan dan keangkuhannya itu maka kesejahteraan dan keadilan yang semestinya berhasil akhirnya menjadi hancur berantakan. Dari syair tembang tersebut mengandung makna tidak boleh sombong, dalam hal ini terlihat bahwa orang yang sombong, angkuh, dan ceroboh akan membawa kehancuran dan kegagalan, maka dari itu jika engkau menjadi seorang pemimpin yang diberi amanah dan tanggung jawab agar mampu memegang dan menjalankan sebaik-baiknya sehingga terwujud kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat.

2.5 Penyebab Lunturnya Tembang Dolanan
            Dibalik kekayaan dan kegunaan budaya jawa, tembang dolanan kini semakin terancam punah. Semakin sedikit pula generasi penerus yang sadar akan adanya tembang dolanan. Sebagian besar dari mereka juga kurang mengenal dengan baik tembang dolanan tersebut, hal ini mengakibatkan semakin rendahnya kesadaran mereka akan budaya serta keinginan untuk menjaganya juga semakin rendah. Hal ini terbukti karena banyak dari mereka yang tidak mengerti dan tidak mau tahu akan budaya yang dimiliki seperti tembang dolanan tersebut. Mereka justru lebih senang dengan kebudayaan asing dianggap “keren”. Banyak dari kalangan masyarakat khususnya remaja di Desa Melis lebih suka menggunakan produk berbau asing yang dianggap modern.
            Semakin lama budaya jawa semakin tergerus oleh jaman. Banyak yang menganggap menguasai tembang dolanan adalah hal yang using dan kuno. Hanya sebagian kecil saja yang masih berkembang. Itupun juga tidak begitu dihayati oleh masyarakat daerah Trenggalek khususnya Desa Melis. Dibandingkan dengan jaman dulu yang sebagian besar anak-anak kecil bermain menggunakan tembang dolanan dengan riang gembira. Sedangkan anak-anak jaman sekarang memilih bermain dengan permainan modern, seperti: playsation, tablet, dan handphone untuk bermain game. Jadi tidak banyak anak-anak yang menggunakan tembang dolanan sebagai bahan permainan.
            Pesatnya pertumbuhan pembangunan di berbagai daerah, khususnya daerah Trenggalek juga menjadi faktor lunturnya tembang dolanan. Banyak faktor yang menyebabkan lunturnya tembang dolanan. Diantaranya adalah globalisasi, modernisme, konsumerisme, dan kebudayaan asing (Touli dkk. 2003).
1.      Globalisasi
Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, kelompok, dan antar Negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara. Dampak dari globalisasi mengakibatkan masyarakat mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu Negara, melunturnya jati diri bangsa karena anak muda berkiblat terhadap kebudayaan asing dan kurang menghargai kebudayaan sendiri, sehingga ada kecendrungan kebudayaan semakin lama semakin tergerus.
2.      Modernisme
Modernisme yaitu perubahan masyarakat dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern dalam seluruh aspeknya. Dampak dari modernisme diantaranya westernisasi yang semakin marak, dimana budaya barat dianggap sebagai budaya yang lebih maju dan terus ditiru terutama oleh Negara yang sedang berkembang. Budaya hendonisme dan konsumerisme yang terus berkembang tanpa bisa dicegah.
3.      Kebudayaan Asing
Di zaman serba modern, budaya Indonesia semakin tergeser kedudukannya karena kedaangan budaya asing. Dengan semakin meningkatnya krisis globalisasi di Indonesia, pengaruh budaya asing berkembang sangat cepat. Adanya unsur penyerapan budaya asing yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketimpangan budaya karena mayarakat yang tidak mampu menahan dari pengaruh budaya asing tersebut.








BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Semakin lama keberadaan tembang dolanan di Daerah Trenggalek khususnya Desa Melis semakin memudar. Seiring dengan perkembangan jaman permainan anak-anak pun semakin beragam. Tidak banyak yang masih mengetahui tembang dolanan dan bahkan ada yang tidak tahu apa itu tembang dolanan. Nilai dan fungsi yang terdapat dalam tembang dolanan hanya dianggap sebagai angin yang berlalu. Mereka tidak tahu betapa pentingnya pelajaran yang terkandung di dalamnya. Kebudayaan asing yang sudah mulai merasuk kedalam diri masing-msing generasi muda menjadikan modernisasi sebagai kebutuhan. Tembang dolanan yang sudah dianggap kuno digantikan dengan musik-musik barat yang banyak akan pornografi di dalam setiap baitnya. Pengajaran tentang budaya hendaknya dibekalkan sedini mungkin. Orang tua yang mengiblat ke kebudayaan asing secara tidak langsung mengajak anak meninggalkan kebudyaan sendiri. Namun tidak semua arus globalisasi mengandung segi negative asalkan dapat dipilah dengan baik. Banyak kebudayaan barat yang bisa jadikan contoh untuk menambal kekurangan kebudayaan sendiri. Namun harus memiliki batasan untuk tidak masuk dan terpengaruh dengan kebudayaan asing tersebut.











DAFTAR PUSTAKA
Pudentia. 1998. Metodologi Kajian Sasrtra Lisan. Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan. 
Suwarna & Suwarni. 1996. Integrasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Buku Teks Tataran Basa Jawa Kanggo SD. Yogyakarta: Lemlit, IKIP
Palgunadi, B. 2002.Serat Kandha Karawitan Jawi. Bandung: ITB Press
Wahyu, dkk. 1994. Permainan Tradisional Anak-Anak Jawa Barat. Bandung: Jarahnitra.
Amir, R. 1999. Seni pertunjukkan di dalam Naskah, Pengelolaan dan Pembinaan. Universitas Indonesia: Jurusan Sastra Daerah Press.
Touli, Nanik, dkk. 2003. Dialog Budaya, Wahana Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Bangsa. Jakarta: Mitra Sari.
Endraswara, Suwardi. 20013. Folklor Nusantara: Hakikat, Bentuk, dan Fungsi. Yogyakarta. Ombak (Anggota IKAPI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar