BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tembang dolanan merupakan istilah bahasa Jawa yang
berasal dari dua kata tembang dan dolanan. Tembang merupakan tuturan puisi Jawa
yang disuarakan dengan menggunakan nada-nada dan irama. Tuturannya menggunakan
tingkat tutur bahasa Jawa Ngoko (tingkat rendah) dan Madya (tingkat menengah).
Dolanan adalah suatu kegiatan permainan yang dilakukan oleh anak-anak yang bertujuan
menghibur hati atau mendapatkan kegembiraan. Dengan demikian, tembang dolanan
merupakan tembang yang dinyanyikan oleh anak-anak dengan disertai suatu
kegiatan permainan. Tembang dolanan sebagai tuturan puisi rakyat yang
dilantunkan dengan menggunakan nada dan irama terbangun dari bentuk dan isi
yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan yang bermanfaat untuk pembelajaran.
Bentuk tuturan tembang dolanan berkaitan dengan unsur bunyi (swara), diksi (tembung),
larik (gatra), bait (pada) dan bentuk penampilannya. Di Desa Melis Kabupaten
Trenggalek tembang dolanan merupakan sarana untuk bersenang-senang dalam mengisi
waktu luang dan sebagai sarana komunikasi yang mengandung pesan mendidik.
Sebagai sarana komunikasi, tembang dolananmenggunakan bahasa yang sederhana dan
mudah dipahami oleh anak-anak.
Gelombang modernisme tidak saja berpengaruh,
berakibat atau berdampak kepada satu generasi, namun juga generasi berikutnya
yang memiliki posisi strategis sebagai amanah penjamin kelangsungan peradaban
masa depan kebudayaan. Modernisasi adalah realitas yang terus menjadi, taqkmungkin
dihindari kecuali hanya diresapi, dipahami, dan dimuliakan dalam satu proses
yang dinamis-organis. Inilah dasar pendirian dari paper ini, sebuah uraian
perenungan sederhana bagaimana menegakkan kembali kehidupan dengan kebajikan
dan kearifan sendiri, tembang dolanan anak. Tembang dolanan anak sebagai
tradisi lisan merupakan sistem wacana niraksara dan beraksara (Pudentia, 1998)
yang sebagian besar adalah anonim, disebarkan dari mulut ke mulut dari satu generasi
ke generasi berikutnya.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah keberadaan tembang dolanan di Desa
Melis?
2. Bagaimanakah nilai-nilai yang terkandung dalam
tembang dolanan di Desa Melis?
3. Apakah penyebab lunturnya tembang dolanan di Desa
Melis?
1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan keberadaan tembang dolanan di
Desa Melis
2. Mendeskripsikan nilai-nilai yang terkandung dalam
tembang dolanan di Desa Melis
3. Mendeskripsikan penyebab lunturnya tembang
dolanan di Desa Melis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tembang
Dolanan Anak Sebagai Simbolik Ajaran
Tembang dolanan sesungguhnya merupakan karya
seni-sastra yang tercipta dengan berbagai macam tujuan sesuai konteksnya. Makna,
tujuan, ataupun fungsi tembang dolanan dapat dilihat sejarah munculnya, bahasa
dan sastranya, nilai ajaran dan filosofinya, serta konteks budaya yang melatar belakanginya.
Dunia simbolik dimaksud memiliki sifat dasar, yaitu tidak langsung, tertunda,
dan metaforis. Bentuk ajaran dalam tembang dolanan diungkapkan secara simbolis.
Banyaknya macam, peruntukan, dan perwujudannya menunjukkan bahwa tembang dolanan
tidak sekedar berfungsi untuk menghibur, namun juga mengasah kemampuan intelektualitas,
perasaan dan emosi, serta kemampuan fisik dan kerja manipulatif anak (Koestler,
1967).
Seperti kebodohan dan kemalasan wujud dalam diri Sang
Menthok yang digambarkan ngisin-isini ‘‘memalukan’’, suka tidur (enak-enak
ngorok) dan malas bekerja (ora nyambut gawe). Deskripsi sifat bodoh dan malas
yang membingungkan dan sulit dimengerti dirubah menjadi simbol-simbol mudah, lebih
menyentuh dan akrab dengan dunia anak-anak. Maknanya, tembang dolanan menjadi
sarana artifisial untuk mengartikulasikan kehidupan yang membingungkan dan
asing, menyubimasi stress menjadi sesuatu yang “riil”dan melekatke dalam diri
anak.
2.2 Tembang
Sebagai Wacana Komunikasi
Tembang dolanan anak pada dasarnya adalah komunikasi
melalui media tembang, secara verbal atau non non-verbal melalui gerak-gerik,
dan atau isyarat tertentu yang dipahami bersama. Permainan di dalamnya memungkinkan
terjadinya komunikasi interaksional para pesertanya. Jika salah satu
menyampaikan pesan, maka peserta lainnyaakan menanggapinya. Suasana interaktif
yang tercipta (kebersamaan) menjadi “pesan” tersendiri dan jauh lebih menonjol
dari nilai pesan tembang yang disampaikan.Tak jarang terjadi komunikasi model transaksional,
manakala terjadi proses negosiasi yang melibatkan dampak dan tanggungjawab
peserta komunikasi.
Seperti yang terdapat pada tembang dolanan “Cublak-cublak
suweng” berikut.
Cublak-cublak
suweng
Suwenge ting
gelenter
Mambu
keetundang gudel
Pak gempo
lela-lelo
Sopo ngguyu
ndelekake
Sir-sir pong
dele kopong
Sir-sir pong
dele kopong
Sir-sir
pong dele kopong
Selesai
menyanyikan lagu itu, anak yang telungkup bangun dan disuruh menebak siapa yang
menggenggam batu tersebut. Si anak yang telungkup jika salah menebak maka ia
akan disuruh telungkup lagi dalam fase permainan berikutnya. Hingga sampai anak
yang telungkup tersebut berhasil menebak siapa yang membawa batu, maka yang
pembawa batu menggantikan pemain yang bertelungkup.
Permainan
ini mengajarkan tentang pencarian harta dalam hidup. “Suweng” (kata yang masih
bertahan di Desa Melis) artinya hiasan ditelinga, lebih berga daripada anting,
identic dengan harta. Biasa diartikan “ayolah tebak tempat harta”. “suwenge
ting gelenter” maksudnya hartanya tersebar dimana-mana. Hal ini terlihat pula
dalam permainannya dimana anak-anak menyembunyikan batu kerikil (diibaratkan
suweng) lalu beredar dari satu tangan ke tangan yang lain. “Mambu ketundung
gudel” yang artinya tercium anak kerbau. Anak kerbau identing dengan kebodohan
(berwujud anak yang belum matang atau belum mengetahui apa-apa). Secara garis
besar kabar tentang tempat harta ini mudah tercium oleh orang-orang bodoh. “Pak
Gempo lela-lelo” yag artinya pak gempo mencarinya. Wujud pak Gempo yang lebih
berakal dari “gudel” yang bersujud dan akhirnya menebak siapa yang menyimpan
kerikil. “Sopo ngguyu delekake” artinya siapa yang tertawa pasti menyembunyikan.
“Sir-sir pong dele kopong” yang artinya di dalam hati nurani yang kosong. Suatu
petunjuk bagi yang ingin mencari harta/menebak di permainan bahwa untuk
mencarinya gunakanlah hati nurani.
2.3 Tembang
Dolanan Sebagai Wacana Estetis
Keberadaan tembang dolanan anak tidak terlepas dari fungsinya
sebagai hiburan bagi anak-anak. Selain memberi rasa senang, tembang dolanan
anak memiliki bentuk, makna, dan fungsi yang sarat dengan warna estetika
tradisional. Konsep dasar yang diusung oleh tembang dolanan anak adalah konsep
rukun, gembira, seni, daya dinayan “saling memberi (kekuatan) dan membantu”
antar peserta dan lingkungan, dan konsep hiburan (Wahyu, dkk. 1994:12). Semua
itu menjadi identitas estetis tembang dolanan (Palgunadi, 2002:53). Karenanya,
tembang dolanan lebih bersifat universal, kecuali pada pemakaian bahasa yang
mengenal dialek. Walaupun begitu titi laras tembang tetap menunjukkan notasi
yang hampir sama.
Sebagai wacana estetis, tembang dolanan memiliki
watak yang berbeda-beda. Karakter yang dikandung di dalam sebuah tembang
merupakan sistem dan norma yang dapat dihayati dengan menggunakan medium
bahasa. Watak di dalam tembang dolanan anak terkait erat dengan sifat dan ciri
tradisi setempat (Amir, 1999) di mana tembang itu di lahirkan. Tembang dolanan
anak secara umum memiliki watak atau karakter, yaitu:
1.
Memiliki wilayah
sebaran dan jangkauan estetika yang tidak terbatas pada kultur yang
mendukungnya.
2.
Eksistensi dan
perkembangan estetika tembang dolanan anak berkait dengan dinamika masyarakat
pemilik dan pemeliharanya.
3.
Tembang dolanan
anak merupakan bagian dari kosmos kehidupan yang bulat.
4.
Tembang dolanan
anak sebagian besar (hampir seluruhnya) adalah anonym, bukan dicipta oleh
seseorang namun oleh sebuah kolektif pendukungnya.
5.
Tembang dolanan
anak merupakan refleksi estetis kehidupan masyarakat yang bulat dan utuh dan
merupakan bentuk seni utilitas bagi masyarakatnya.
2.4 Teori Pendidikan Budi Pekerti
Budi pekerti adalah watak dan perbuatan seseorang
sebagai perwujudan hasil pemikiran. Budi pekerti itu merupakan sikap dan
perilaku yang dilandasi oleh kegiatan berfikir. Tentu saja proses berfikir yang
sehat sehingga menghsilkan budi pekerti yang baik. Merurut Suwarni (1996: 5)
disebut juga budi pekerti luhur. Budi pekerti memiliki peranan tertentu dalam
kehidupan manusia. Menurut Palgunadi (2002:36) jaran moral adalah ajaran yang
berkaitan dengan perbuatan dan kelakuan yang pada hakikatnya merupakan
pencerminan akhlak atau budi pekerti.
Berdasarkan data yang diperoleh, tembang dolanan di
Desa Melis memiliki makna/nilai budi pekerti nilai religius, kebersamaan,
kerendahan hati (tidak boleh sombong), dan intropeksi diri. Untuk lebih
jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut.
2.4.1
Tembang Dolanan Berbahasa Jawa yang Mengandung Nilai Pekerti Religius atau
Keagamaan
a. Tebang
Dolanan Sluku-sluku Batok
Sluku-sluku bathok
Bathoke ela-elo
Si Rama menyang Solo
Oleh-olehe payung motha
Mak jenthit lolo lobah
Wong mati ora obah
Nek obah medeni bocah
Nek urip goleka
dhuwit.
Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
‘Ayun-ayun
kepala’
‘Kepalanya
geleng geleng’
‘Si
bapak pergi ke Solo’
‘Oleh-olehnya
payung mutha’
‘Secara
tiba-tiba begerak
‘Orang
mati tidak bergerak’
‘Kalau
bergerak menakuti orang’
‘Kalau hidup carilah uang’
Makna yang tersirat dalam tembang dolanan
“Sliku-sluku batok” yaitu nilai religius. Dalam syair tersebut bermakna manusia
hendaklah membersihkan batinnya dan senantiasa berdzikir mengingat Allah dengan
(ela-elo) menggelengkan kepala mengucap lafal laa ila ha illallah disaat susah
maupun senang. Dikala menerima musibah maupun kenikmatan, hidup mati manusia
ditangan Allah, maka dari itu selagi masih hidup berbualah baik terhadap
sesama, dan beribadah kepada Allah Maha segala-galanya, apabila sekali
berkehendak mencabut nyawa seseorang, tak seorang pun mampu menolakkan
b. Padhang Bulan
Yo prakanca
dolanan ing jobo
Padhang mbulan
padhange kaya rina
Rembulane kang
ngawe-ngawe
Ngelikake
aja turu sore-sore
Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
‘Ayo
teman-teman bermain diluar’
‘Cahaya
bulan yang terang benderang’
‘Rembulan
yang seakan-akan melambaikan tangan’
‘Mengingat kepada kita untuk tidak tidur sore-sore’
Dalam tembang dolanan padang bulan mengandung makna
religius (keagamaan). Maksud dari tembang dolanan tersebut adalah kita
hendaknya bersyukur kepada yang Maha Kuasa untuk menikmati keindahan alam.
Untuk menunjukkan rasa syukur itu kita diharapkan tidak tidur terlalu sore
karena kita bisa melaksanaan ibadah di waktu malam.
2.4.2
Tembang Dolanan Berbahasa Jawa yang Mengandung Makna Pendidikan dan Introspeksi
Diri
a.
Menthok-Menthok
Mentok-mentok tak kandani
Mung solahmu angisin-isini
Mbokya aja ndeprok
Ana kandhang wae
Enak-enek ngorok
Ora nyambut gawe
Menthok-mentok
Mung lakumu
megal-megol gawe guyu
Apabila diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia
‘Menthok-menthok
saya menasehati’
‘Hanya
perilakumu yang memalukan’
‘Jangan
hanya diam dan duduk’
‘Di
kandang saja’
‘Enak-enakan
mendengkur’
‘Tidak
bekerja’
‘Menthok-mentok’
‘Hanya jalanmu yang menggoyangan pantat membuat
orang tertawa’
Dalam lirik tembang dolanan
“Menthok-mentok” mengandung makna intropeksi diri. Sebagai umat manusia tidak
boleh menyombongkan diri, karena sesungguhnya semua yang ada di dunia ini
diciptakan oleh Allah dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Sebaiknya kita
berusaha dan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, tidak malas, tidak
suka tidur, dan selalu berbuat baik terhadap sesame. Dalam syair temban dolanan
tersebut yang diibaratkan menthok, meskipun dia itu pemalas, bersifat jahat,
dan suka tidur, tetapi dia masih mempunyai sifat baik dan berguna baik orang
lain yaitu menghibur dan membuat orang lain tertawa.
b. Gundul-gundul
Pacul
Gundhul gundhul pacul cul,
Gembelengan
nyunggi nyunggi wakul kul,
gembelengan
wakul ngglimpang, segane dadi
sakratan
wakul
ngglimpang, segane dadi sakratan
Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
‘Kepala
botak tanpa rambut ibarat cangkul, geleng- geleng’
‘Membawa
bakul, geleng- geleng’
‘Bakulnya
jatuh, nasinya tumpah berantakan di jalan’
‘Bakulnya jatuh, nasinya tumpah berantakan di jalan’
Menggambarkan seorang anak yang gundul, nakal,
bandel, angkuh, dan tidak bertanggung jawab. Dia tidak dapat membedakan hal-hal
yang baik dan buruk. Dia beranggapan bahwa dirinya orang yang paling benar,
paling bisa, dan paling pintar, sehingga dia bersikap “gembelelengan”, sombong,
dan tak tahu diri. Apabila dipercaya untuk memegang amanah yang menyangkut
kehidupan orang banyak, dia tetap bersikap tidak peduli. Akibat dari
kesombongan dan keangkuhannya itu maka kesejahteraan dan keadilan yang
semestinya berhasil akhirnya menjadi hancur berantakan. Dari syair tembang
tersebut mengandung makna tidak boleh sombong, dalam hal ini terlihat bahwa
orang yang sombong, angkuh, dan ceroboh akan membawa kehancuran dan kegagalan,
maka dari itu jika engkau menjadi seorang pemimpin yang diberi amanah dan
tanggung jawab agar mampu memegang dan menjalankan sebaik-baiknya sehingga terwujud
kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat.
2.5 Penyebab Lunturnya Tembang Dolanan
Dibalik
kekayaan dan kegunaan budaya jawa, tembang dolanan kini semakin terancam punah.
Semakin sedikit pula generasi penerus yang sadar akan adanya tembang dolanan.
Sebagian besar dari mereka juga kurang mengenal dengan baik tembang dolanan
tersebut, hal ini mengakibatkan semakin rendahnya kesadaran mereka akan budaya
serta keinginan untuk menjaganya juga semakin rendah. Hal ini terbukti karena
banyak dari mereka yang tidak mengerti dan tidak mau tahu akan budaya yang
dimiliki seperti tembang dolanan tersebut. Mereka justru lebih senang dengan
kebudayaan asing dianggap “keren”. Banyak dari kalangan masyarakat khususnya
remaja di Desa Melis lebih suka menggunakan produk berbau asing yang dianggap
modern.
Semakin
lama budaya jawa semakin tergerus oleh jaman. Banyak yang menganggap menguasai
tembang dolanan adalah hal yang using dan kuno. Hanya sebagian kecil saja yang
masih berkembang. Itupun juga tidak begitu dihayati oleh masyarakat daerah
Trenggalek khususnya Desa Melis. Dibandingkan dengan jaman dulu yang sebagian
besar anak-anak kecil bermain menggunakan tembang dolanan dengan riang gembira.
Sedangkan anak-anak jaman sekarang memilih bermain dengan permainan modern,
seperti: playsation, tablet, dan handphone untuk bermain game. Jadi tidak
banyak anak-anak yang menggunakan tembang dolanan sebagai bahan permainan.
Pesatnya
pertumbuhan pembangunan di berbagai daerah, khususnya daerah Trenggalek juga
menjadi faktor lunturnya tembang dolanan. Banyak faktor yang menyebabkan
lunturnya tembang dolanan. Diantaranya adalah globalisasi, modernisme,
konsumerisme, dan kebudayaan asing (Touli dkk. 2003).
1.
Globalisasi
Globalisasi adalah suatu proses di mana antar
individu, kelompok, dan antar Negara saling berinteraksi, bergantung, terkait,
dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara. Dampak dari
globalisasi mengakibatkan masyarakat mudah terpengaruh oleh hal yang tidak
sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu Negara, melunturnya jati diri
bangsa karena anak muda berkiblat terhadap kebudayaan asing dan kurang
menghargai kebudayaan sendiri, sehingga ada kecendrungan kebudayaan semakin
lama semakin tergerus.
2.
Modernisme
Modernisme yaitu perubahan masyarakat dari
masyarakat tradisional ke masyarakat modern dalam seluruh aspeknya. Dampak dari
modernisme diantaranya westernisasi yang semakin marak, dimana budaya barat
dianggap sebagai budaya yang lebih maju dan terus ditiru terutama oleh Negara
yang sedang berkembang. Budaya hendonisme dan konsumerisme yang terus
berkembang tanpa bisa dicegah.
3.
Kebudayaan Asing
Di zaman serba modern, budaya Indonesia semakin
tergeser kedudukannya karena kedaangan budaya asing. Dengan semakin
meningkatnya krisis globalisasi di Indonesia, pengaruh budaya asing berkembang
sangat cepat. Adanya unsur penyerapan budaya asing yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketimpangan budaya karena mayarakat yang tidak mampu
menahan dari pengaruh budaya asing tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Semakin lama keberadaan tembang dolanan di Daerah
Trenggalek khususnya Desa Melis semakin memudar. Seiring dengan perkembangan
jaman permainan anak-anak pun semakin beragam. Tidak banyak yang masih
mengetahui tembang dolanan dan bahkan ada yang tidak tahu apa itu tembang
dolanan. Nilai dan fungsi yang terdapat dalam tembang dolanan hanya dianggap
sebagai angin yang berlalu. Mereka tidak tahu betapa pentingnya pelajaran yang
terkandung di dalamnya. Kebudayaan asing yang sudah mulai merasuk kedalam diri
masing-msing generasi muda menjadikan modernisasi sebagai kebutuhan. Tembang
dolanan yang sudah dianggap kuno digantikan dengan musik-musik barat yang
banyak akan pornografi di dalam setiap baitnya. Pengajaran tentang budaya
hendaknya dibekalkan sedini mungkin. Orang tua yang mengiblat ke kebudayaan
asing secara tidak langsung mengajak anak meninggalkan kebudyaan sendiri. Namun
tidak semua arus globalisasi mengandung segi negative asalkan dapat dipilah
dengan baik. Banyak kebudayaan barat yang bisa jadikan contoh untuk menambal
kekurangan kebudayaan sendiri. Namun harus memiliki batasan untuk tidak masuk
dan terpengaruh dengan kebudayaan asing tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Pudentia. 1998. Metodologi
Kajian Sasrtra Lisan. Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi
Tradisi Lisan.
Suwarna & Suwarni. 1996. Integrasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Buku Teks Tataran Basa Jawa
Kanggo SD. Yogyakarta: Lemlit, IKIP
Palgunadi, B. 2002.Serat Kandha Karawitan Jawi. Bandung: ITB Press
Wahyu, dkk. 1994. Permainan Tradisional Anak-Anak Jawa Barat. Bandung: Jarahnitra.
Amir, R. 1999. Seni
pertunjukkan di dalam Naskah, Pengelolaan dan Pembinaan. Universitas
Indonesia: Jurusan Sastra Daerah Press.
Touli, Nanik, dkk. 2003. Dialog Budaya, Wahana Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Bangsa.
Jakarta: Mitra Sari.
Endraswara, Suwardi. 20013. Folklor Nusantara: Hakikat, Bentuk, dan Fungsi. Yogyakarta. Ombak
(Anggota IKAPI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar