M Fikri Ferdiansyah
Universitas
Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkap bentuk stereotip pria dalam kalimat pada wacana buku teks BI SD di
MI Perwanida Blitar. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif
dengan menggunakan teknik dokumentasi untuk mengumpulkan datanya. Bentuk
stereotipe pria dalam kalimat pada wacana buku teks BI SD di MI Perwanida
Blitar menggambarkan tentang peran, sifat dan aktifitas yang dianggap pantas
untuk pria di buku teks kelas tiga, empat, lima dan enam.
Kata kunci: Stereotipe pria, Wacana, Buku teks BI
ABSTRACT: The purpose of this research is to uncover man stereotype form in the
sentences that exists in the BI textbook for elementary school and MI Perwanida
Blitar. This research uses documentation techniques to collection data. Man
stereotype form in the sentences that exists in the BI textbook for elementary
school and MI Perwanida Blitar describes about roles, characteristics and
activities that is judged proper to man in the textbook for grade three, four,
five and six.
Keyword: Man
stereotype, Wacana, BI textbook
Wacana merupakan satuan bahasa terbesar yang
digunakan dalam komunikasi, rangkaian kata membentuk frasa, dan rangkaian frasa
membentuk kalimat, dan khirnya rangkaian kalimat membentuk wacana (Arifin dan
Rani, 2000:3). Dalam buku teks BI SD terdapat pesan yang diterima oleh setiap siswa
dengan makna yang bisa sama, bisa berbeda. Diperlukan kajian yang lebih rinci
agar setiap pesan yang termuat dalam buku teks dapat benar-benar sesuai dengan
tujuan Pendidikan Nasional. Salah satu bentuk kajian yang mulai diperhitungkan
oleh pihak Departemen Pendidikan Nasional adalah kajian jender dalam
pendidikan.
Buku teks merupakan sarana yang strategis
untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Salah satu pesan yang ada dalam buku
teks adalah tentang jender dan realitas kesetaraan jender. Penelitian ini bertujuan
untuk mengungkap bentuk stereotipe wanita dan stereotipe pria yang merupakan
bagian dari jender, dan bentuk kesetaraan jender dalam wacana pada buku teks
Bahasa Indonesia SD. Siswa SD yang rata-rata berusia 7-13 tahun, masuk dalam
golongan usia pendidikan dasar. Pada fase ini anak menyerap nilai-nilai budaya,
norma, dan juga ideologi di sekitarnya terutama di sekolah (Kartono, 1986:136).
Stereotipe adalah pelabelan yang dilekatkan
pada pria dan wanita, bisa berupa peran yang dianggap pantas dan tidak pantas, sifat
yang dianggap pantas dan tidak pantas bagi pria dan wanita, yang terdapat dalam
kalimat pada wacana buku teks Bahasa Indonesia terbitan Tiga Serangkai yang
digunakan di MI Perwanida Blitar. Stereotipe pria merupakan pelabelan yang
diberikan masyarakat kepada pria. Pelabelan tersebut bisa berupa sifat, aktivitas
yang dianggap cocok, pekerjaan, sikap, dan sebagainya. Stereotipe seringkali
tidak dirasakan oleh pihak-pihak yang bersangkutan karena diproses oleh kultur
dan diabadikan dalam sistem masyarakat.
METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik dokumentasi untuk mengumpulkan
datanya. Peneliti berfungsi sebagai instrumen kunci, dan menggunakan tabel
penyaring data untuk mengumpulkan dan menganalisis data. Tabel penyaring data
tersebut berisi indikator kalimat yang bermakna stereotipe wanita, indikator
kalimat yang bermakna stereotipe pria, dan kalimat yang bermakna kesetaraan
jender. Analisis data yang dipakai adalah teknik analisis data kualitatif. Data
yang dianalisis adalah kalimat yang bermakna stereotipe jender wanita,
stereotipe jender pria, dan kesetaraan jender dalam wacana pada buku teks BI
SD.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik dokumentasi karena data yang dikumpulkan berupa
dokumen. Prosedur yang ditempuh dalam pengumpulan data dalam penelitian ini antara
lain mengadakan eksplorasi terhadap buku teks BI yang telah ditetapka sebagai sumber
data guna memperoleh gambara umum tentang wacana yang disajikan di dalamnya, mencatat
data yang ditemukan dalam buku teks, dan memberi kode pada kalimat. Secara
garis besar, tahap-tahap penelitian ini meliputi langkah-langkah sebagai
berikut. 1) Persiapan penelitian. Persiapan penelitian merupakan tahap awal
dalam proses pengerjaan penelitian. 2) Pelaksanaan Penelitian. Setelah judul
telah pasti ditentukan, tahap berikutnya adala pelaksanaan penelitian.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi
pengumpulan data dan analisis data. 3) Tahap penyelesaian. Tahap penyelesaian
adalah tahap terakhir dalam penelitian. Terdapat beberapa proses yang harus
dilalui yang diuraikan dalam penjelasan sebagai berikut, penulisan laporan, revisi,
penggandaan laporan penelitian, dan penyerahan laporan penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak
sebagai instrumen kunci sekaligus sebagai pengumpul data. Sebagai instrumen
kunci, peneliti memainkan peran sebagai instrumen kreatif yang berperan serta
dalam menentukan perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data, analisis data, penafsiran
data, dan akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Adapun aspek yang
dianalisis dalam penelitian ini adalah stereotipi pria dalam kalimat pada
wacana buku teks BI.
HASIL
Stereotipe pria yang ada dalam buku teks BI SD
kelas 3 sampai dengan kelas 6 berupa pelabelan tentang aktivitas dan kegiatan
yang dianggap pantas untuk pria dan sifat pria. Peran pria digambarkan sebagai
pencari nafkah, penentu kebijakan, dan kepala dalam jabatan-jabatan publik.
Aktivitas pria juga lebih diarahkan pada aktivitas yang membutuhkan ketangkasan
dan kekuatan.
Peran pria sebagai pencari nafkah dalam
keluarga adalah peran berdasarkan jender yang ditetapkan oleh masyarakat dan
disosialisasikan pada pria sejak dia kecil. Tanggungjawab tersebut bahkan
diperkuat oleh teks-teks agama dan keyakinan adat istiadat. Jender adalah konstruksi
sosial budaya, yaitu sifat pria dan wanita yang dikonstruksi, terjadi melalui
proses yang panjang kemudian disosialisasikan, diperkuat, dilanggengkan oleh
interpretasi agama dan mitos-mitos, sehingga seolah-olah telah menjadi
keyakinan.
Peran pria sebagai pencari nafkah juga telah memberikan
pria kekuasaan secara ekonomi atas anggota keluarga lainnya. Pria sebagai
pencari nafkah dan sebagai kepala keluarga dijadikan satu paket karena keduanya
merupakan kesatuan peran yang harus dijalankan oleh pria. Adanya peran jender
berakibat pada adanya ketimpangan akses terhadap pendidikan dan peluang kerja
antara pria dan wanita. Pendidikan tinggi lebih diutamakan untuk pria karena
dianggap penting sebagai bekal untuk bekerja, dan peluang kerja banyak terbuka
untuk pria karena dianggap sebagai penopang ekonomi keluarga. Bahkan jika
wanita sebagai orang tua tunggal, mereka tetap memiliki peluang kerja lebih
sedikit dari pada pria. Posisi pria sebagai penanggungjawab utama keluarga
merupakan beban berat yang ditanggung setiap pria. Dalam prakteknya tidak semua
pria bisa melaksanakan tanggungjawab tersebut dengan sempurna. Tuntutan dari
anak dan istri terkadang tidak mempertimbangkan kemampuan pria yagn terbatas
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Sifat
pria juga ditentukan oleh jender. Pria harus kuat, rasional, pemberani, superior,
dan maskulin. Sifat-sifat tersebut merupakan produk masyarakat tentang jender
yang dilekatkan pada pria. Kegiatan yang dibiasakan pada anak pria juga kegiatan
yang mendukung sifat-sifat tersebut. Kegiatan seperti silat, sepakbola, memanah,
merupakan kegiatan yang dianggap cocok untuk pria dan sesuai dengan sifat
maskulin pria. Sejak pria dilahirkan sudah ada seperangkat sifat yang harus dipelajarainya
agar dia bisa dianggap pria. Setiap saat setiap individu selalu diingatkan
dengan sifat jender mereka. Anak pria yang penakut akan dimarahi oleh orang
tuanya, anak pria yang lemah akan diejek oleh temannya, anak pria yang nakal
akan lebih ditolerir oleh lingkungan sekolahnya.
Keberadaan wacana yang cenderung stereotipe
pria dalam buku teks juga telah membentuk pola pikir yang timpang pada siswa.
Siswa yang dalam perkembangannya tidak sesuai dengan ketentuan jender yang
telah diterimanya sejak kecil akan merasa berbeda dan tidak percaya diri.
Seperti anak pria yang memiliki sifat mudah terharu, tidak pemberani dan lemah
akan dicemooh sebagai tidak pria.
Buku teks SD yang menemani siswa selama enam
tahun telah menjadi sarana yang efektif dalam proses pembentukan pribadi siswa.
Informasi yang diperoleh satu arah tidak memungkinkan terjadinya proses
dialogis maupunkritis, yang ada hanya penjejalan norma dan paham yang dibentuk
oleh kepentingan pihak yang membuat buku teks. Stereotipe pria yang diterima
siswa sebagai informasi satu arah mengendap dalam memori siswa dan dalam
kelanjutannya akan menjadi keyakinan hidup.
PEMBAHASAN
Stereotip adalah kombinasi dari ciri-ciri yang
paling sering diterapkan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain, atau oleh
seorang kepada orang lain (Soekanto, 1993). Stereotipe pria merupakan pelabelan
yang diberikan masyarakat kepada pria. Pelabelan tersebut bisa berupa sifat, aktivitas
yang dianggap cocok, pekerjaan, sikap, dan sebagainya. Pembrian sifat tertentu
terhadap seseorang atau sekelompok orang berdasarkan kategori yang bersifat
subjektif, hanya kerena ia berasal dari suatu kelompok tertentu yang berssifat
positif maupun negative (Amanda G,. 2009). Stereotipe seringkali tidak
dirasakan oleh pihak-pihak yang bersangkutan karena diproses oleh kultur dan
diabadikan dalam sistem masyarakat.
Dalam buku teks BI SD kelas 3 sampai dengan
kelas 6 terdapat 8 kategori kalimat dalam wacana yang bermakna stereotpi pria.
Kalimat tersebut terbagi menjadi 2 kalimat dalam wacana buku teks kelas 3, 2
kalimat dalam wacana pada buku teks kelas 4, 2 kalimat dalam wacana pada buku
teks kelas 5, dan 2 kalimat dalam wacana pada buku teks kelas 6. Di bawah ini
merupakan uraian dari kategori kalimat yang bermakna stereotipe pria dalam buku
teks yang terbagi dalam kelas 3, kelas 4, kelas 5, dan kelas 6.
Terdapat kalimat yang bermakna stereotipe
jender pria pada buku teks BI SD kelas 3. Bentuk kalimat sederhana, dengan
struktur yang masih belum sempurna. Berikut ini uraian kalimat bermakna stereotipe
pria dalam buku teks Bahasa Indonesia kelas 3 beserta analisisnya.
“Kalau begitu bos pilih domba yang
mana bos?” tanya si gembala sambil mengamat-amati semua domba yang ada. Pak
Tani memperhatikan domba yang ada di sudut kiri belakang
(3/A/W13/P10/K3/SP).
Kalimat tersebut bermakna stereotipe pria.
Pekerjaan beternak merupakan pekerjaan untuk pria. Pilihan pekerjaan ini
merupakan konsep jender yang dibentuk untuk pria. Jender dibentuk oleh kultur
masyarakat, termasuk adanya wilayah pekerjaan yang pantas dan tidak pantas untuk
pria dan wanita. Pekerjaan beternak merupakan pekerjaan yang dianggap pantas
untuk pria, dan tidak pantas untuk wanita.
Tuh, sombong betul si Arman! Baru
seminggu saja belajar silat, sudah tinggi hati (3/A/W14/P2/K1/SP).
Kalimat tersebut bermakna stereotipe jender
pria. Setiap anak pasti memilih aktivitas yang sesuai dengan jender yang
dibiasakan pada mereka. Silat merupakan aktivitas yang dianggap cocok untuk
pria. aktivitas ini dianggap pantas karena sesuai dengan sifat maskulin yang
dilekatkan pada pria. Wanita yang diberi label sifat feminin, lemah lembut
dianggap tidak cocok dengan aktivitas silat yang identik dengan sifat keras.
Dalam buku teks BI SD kelas 4 terdapat suatu
kalimat yang bermakna stereotipe jender pria. Jumlah kategori yang ada lebih
banyak daripada kategori yang terdapat dalam buku teks kelas 3. Bentuk kalimat
sudah lebih fareatif, dengan struktur yang lebih sempurna. Berikut ini uraian
kalimat bermakna stereotipe pria dalam buku teks Bahasa Indonesia kelas 4
beserta analisisnya.
Tiap hari ayah bekerja keras. Pagi-pagi
sampai pukul dua berada di kantor (4/A/W2/P2/K2/SP).
Kalimat tersebut bermakna stereotipe jender
pria. Pembagian peran jender dalam keluarga sudah ada sejak dulu. Hal ini diperkuat
dengan tafsir terhadap teks-teksagama tentang kewajiban istri dan suami.
Gambaran ayah yang bekerja keras untuk menghidupi keluarga telah menutup
realita di lapangan bahwa ibu juga bekerja keras untuk merawat keluarga. Posisi
pencari nafkah akan dianggap lebih tinggi daripada penjaga keluarga, bahkan
ketika ibu bekerjapun belum bisa menempatkan ayah dan ibu dalam relasi yang
setara. Kontribusi ekonomi yang diberikan oleh wanita yang menanggung bebab ganda,
tetap dianggap sebagai pendapatan nomor dua dalam keluarga.
Pak sopir hanya memberikan isyarat
dengan tangan bahwa kol sudah penuh. Ia tidak pernah memuat penumpang berlebih (4/A/W18/P3/K5/SP).
Kalimat di atas bermakna stereotipe jender pria.
Pekerjaan sopir merupakan pekerjaan yang dianggap cocok bagi pria. Cakupan
wilayah interaksi publik yang melekat pada profesi sopir, dianggap cocok bagi
pria yang sudah diberi porsi sendiri di wilayah publik.
Dalam buku teks BI SD kelas 5 terdapat suatu
kalimat yang bermakna stereotipe jender pria. Jumlah kategori yang ada lebih
banyak daripada kategori yang terdapat dalam buku teks kelas 4. Bentuk kalimat
sudah lebih fareatif, dengan struktur yang lebih sempurna. Berikut ini uraian
kalimat bermakna stereotipepria dalam buku teks Bahasa Indonesia kelas 5
beserta analisisnya.
Seniman besar, seperti Rhoma Irama,
Iwan Fals, Doel Sumbang adalah bukti besar nyata bahwa beberapa penyanyi bernama
besar itu, dulu pun menjadi pengamen (5/A/W1/P2/K1/SP).
Kalimat tersebut bermakna stereotipe jender
pria. Profesi seniman sebenarnya bisa dilakukan oleh pria maupun wanita, namun
seniman besar yang diakui seringkali hanya seniman pria. Pria dinilai lebih
daripada wanita, bahkan di wilayah yang seharusnya hanya karya yang menjadi
tolok ukur. Pria yang belajar seni dituntut harus terampil dalam bidang
tersebut, karena dianggap lebih bisa menguasai seni daripada wanita.
Pada waktu kehidupan warga desa itu
mulai membaik, pertanian semakin maju, maka Pak Kades ingin melaksanakan
niatnya yang telah lama terpendam,... (5A/W13/P3/K1/SP).
Kalimat tersebut termasuk bermakna stereotipe
jender pria. Kalimat tersebut bermakna stereotipe jender wanita. Kepala Desa
merupakan pimpinan di tingkat desa yang memimpin komunitas tertentu secara
adminstratif. Pemimpin harus pria, merupakan kesepakatan bersama dalam masyarakat
karena menganggap wanita tidak memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Dalam buku teks BI SD kelas 6 terdapat suatu
kalimat yang bermakna stereotipe jender pria. Jumlah tersebut menurun dibandingkan
dengan kategori yang ditemukan dalam kalimat pada wacana buku tekskelas 4 dan
5. Struktur kalimat lebih sempurna, dan tema yang diangkat juga lebih berbobot.
Berikut ini uraian kalimat bermakna stereotipe pria dalam buku teks Bahasa
Indonesia kelas 6 beserta analisisnya.
Terlepas dari sebutan kuno atau tidak,
nyatanya ayah mencintainya setengah mati. Buktinya, sudah puluhan tahun ia
menjadi guru dan menjabat Kepala Sekolah (6/A/W2/P2/K1-2/SP).
Kalimat tersebut bermakna stereotipe jender
pria. Jabatan Kepala Sekolah merupakan jabatan dengan kekuasaan tertentu di
wilayah publik. Karena jender telah menempatkan pria di wilayah publik dan
meminggirkan wanita di wilayah domestik, maka akses wanita untuk menduduki
jabatan Kepala Sekolahpun juga terbatas. Dasar dari kondisi tersebut adalah
anggapan ataupun kesepakatan sosial. Pria dianggap lebih mampu, sehingga lebih
pantas menduduki posisi Kepala Sekolah.
Setelah selesai, Sudirman diangkat
menjadi Komandan Bataliyon di Kroya. Ia bersikap tegas dan sering memprotes. (6/B/W2/P3/K12-3/SP).
Kalimat tersebut bermakna stereotipe jender
pria. Profesi di bidang militer merupakan profesi yang dianggap cocok untuk
pria. Profesi ini merupakan simbol maskulinitas pria. Jender merupakan konsep
sosial yang membedakan peran antara pria dan wanita. Profesi di bidang militer
untuk pria ditentukan berdasarkan pembagian peran jendernya.
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang berkaitan dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan adalah bentuk stereotipe pria dalam kalimat
pada wacana buku teks BI SD di MI Perwanida Blitar. Bentuk stereotipe pria
dalam kalimat pada wacana buku teks BI SD di MI Perwanida Blitar pada umunya
menggambarkan tentang peran, sifat dan aktifitas yang dianggap pantas untuk
pria. Bentuk stereotipe pria dalam kalimat wacana buku teks BI SD di MI
Perwanida Blitar lebih banyak terdapat pada buku teks kelas empat dan lima,
namun dalam atikel ini masing-masing hanya terdapat dua bentuk setereotipe
pria.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di
atas, ada tiga saran yang bisa disampaikan. 1) Hendaknya dicantumkan
pertimbangan kesetaraan jender dalam penyusunan kurikulum pelajaran Bahasa
Indonesia SD khususnya, danumumnya pada buku teks pelajaran lain. 2) Hendaknya
dilakukan seleksi terhadap penerbit yang masuk ke sekolah, dengan pertimbangan
hanya penerbit yang buku teksnya memuat keadilan dan keadilan jender saja yang
bisa diterima. 3) Hendaknya ada sosialisasi tentangpentingnya paradigma
keadilan dan kesetaraan jender dalam pendidikan dan perangkat pembelajarannya.
Daftar Rujukan
Indriani, Istaufa. 2007. Analisis Wacana pada Buku Teks Bahasa Indonesia di MI Perwanida Blitar
dengan Tinjauan Konsep Kesetaraan Jender. Universitas Negeri Malang: Skripsi.
Arifin, Bustanul dan Rani, Abdul. 2000. Prinsip-prinsip analisis wacana.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Kartono, Kartini. 1986. Psikologi anak. Jakarta: CV Rajawali
Soekanto, Soerjono. 1993. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Amanda G, Ni Made Ras. 2009. Masyarakat Majemuk II Stereotipe. Makalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar