Iklan

Rabu, 15 Februari 2017

PEMBACA SASTRA REMAJA



M Fikri Ferdiansyah
Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang


Abstrak: Pembaca sastra khususnya remaja menyukai sastra populer. Dalam sejarahnya sastra populer sudah ada sejak angkatan balai pustaka. Sampai pada akhirnya ditahun 1980 sastra populer mulai berkembang dengan pesat. Cerpen dan novel teenlit merupakan wujud sastra populer yang terdapat di Indonesia. Novel remaja teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari maraknya penerbitan teenlit ini yang laris di pasaran mengalahkan buku-buku yang lain. Dalam perkembangannya sastra populer di Indonesia menunjukkan perkembangan dengan baik, diantaranya terdapat karya terjemahan. Teenlit ini memiliki kekhasan, yaitu mengangkat berbagai persoalan (terutama percintaan) dari dunia remaja perkotaan, terutama dunia remaja putri. Bahasa yang digunakan dalam novel-novel jenis ini adalah bahasa gaul yang berkembang dalam dunia mereka.
Kata Kunci: Pembaca, Teenlit, Remaja
Pembaca merupakan bagian terpenting bagi sastrawan dan juga karya sastra. Tanpa pembaca, tidak ada yang akan membaca karya sastra yang ditulis oleh sastrawan. Jika tidak ada pembaca maka tidak ada karya sastra karena sastrawan tidak akan membuat karya sastra jika tidak ada yang akan membacanya. Sebagai suatu keutuhan komunikasi yang berasal dari sastrawan yang menciptakan karya sastra yang ditujukan kepada pembaca, pada hakikatnya karya sastra akan sampai pada pembaca. Jika kita bertolak pada abad ke-19, secara historis pun peranan sastrawan, karya sastra, dan pembaca berurutan dalam garis yang lurus (sastrawan-karya sastra-pembaca).
Abad ke-19 sejarah sastra didominasi oleh pengarang. Setelah abad ke-20 sejarah sastra didominasi oleh karya sastra, kemudian di dominasi oleh pembaca pada sebagian abad selanjutnya. Pada abad ke-19 karya sastra hanya berfungsi sebagai sarana untuk memahami pengarang dan kebudayaan yang lebih luas. Awal abad ke-20 terjadi pergeseran dari sastra yang sebagai sarana kepada sastra sebagai dunia yang otonom sehingga sastra dapat disusun atas dasar perkembangan struktur intrinsiknya. Kemudian disusul dengan hadirnya peranan pembaca setelah pemahaman terhadap karya sastra mendominasi.
Pembaca remaja cenderung membaca karya sastra hanya sebagai suatu kesenangan. Walaupun bisa kita lihat pula banyak pembaca remaja yang juga membaca karya sastra untuk mencari hal keilmuan di dalamnya. Namun hal tersebut tidak terlalu banyak jika dibandingkan pembaca remaja yang membaca demi kesenangan. Hal tersebut bisa terjadi karena pengetahuan pembaca remaja yang tidak terlalu luas mengenai sastra. Pengetahuan yang tidak terlalu luas tersebut yang menimbulkan beberapa persoalan di kalangan pembaca remaja. Diantaranya, mudahnya pembaca remaja terpengaruh akan bacaan yang mereka baca tanpa ada dasarnya pengetahuan.
            Dunia remaja selalu berkembang dan selalu berubah. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kedinamisan dunianya. Perkembangan dan perubahan ini dapat dilihat dari kedinamisan perubahan tren remaja, mulai dari pakaian, tas, gaya bahasa gaul, tatanan rambut, sampai bacaan yang akhir-akhir ini marak dalam setiap perbincangannya, yaitu teenlit. Sesuai dengan asal katanya, teen, yang dalam bahasa Inggris berarti remaja, maka teenlit ini merupakan istilah untuk novel remaja, terutama remaja perkotaan. Perkotaan dalam hal ini bukan menunjuk pada kota yang sesungguhnya, karena novel jenis teenlit ini pun sudah masuk ke wilayah perkampungan, tetapi kota dalam arti peradaban.

SEJARAH SASTRA REMAJA
Menurut Jacob Somardjo, sastra populer yang berkonotasi hiburan dan barang dagangan sudah tumbuh di Indonesia sejak masa jaya Balai Pustaka tahun 1920-an bahkan beberapa puluhan tahun sebelumnya yaitu dalam tradisi sastra Melayu rendah dan sastra Melayu Cina. Pada masa jaya balai Pustaka tahun 1930-an, sastra populer itu disebut juga sastra picisan atau bermutu rendah.
Sumardjo pun mengatakan ketika dekade 1970-an novel populer masa itu meletakan dasar adanya bacaan populer berbobot yang tidak mengejar faktor pencarian, pembaharuan dan keaslian seperti dikejar oleh kesusastraan. Hanya masih terbatar pada jenis romance yang serba manis, sedangkan jenis populer yang lain seperti detektif, misteri, atau sejarah belum berkembang. Pada akhirnya sastra populer makin tidak terbendung lagi pada tahun 1980-an hingga sekarang. Berlimpahannya sastra populer itu akhirnya mengaburkan batasnya dengan sastra serius yang telah memiliki jalur sendiri.
Cerpen merupakan contoh sastra populer yang digemari sebagian besar kalangan remaja. Cerpen atau cerita pendek adalah rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik antaratokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan alur. Peristiwa dalam cerita berwujud hubungan antar tokoh, tempat, dan waktu yang membentuk satu kesatuan. Sama hakikatnya dengan kehidupan nyata, sebuah peristiwa terjadi karena kesatuan manusia, tempat, dan waktu. Dari kesatuan itulah peristiwa terbentuk.
Dalam cerpen, peristiwa dideskripsikan dengan kata-kata sebagai perasaan imajinasi pengarang terhadap suatu peristiwa yang dibayangkannya. Oleh karena itu, jika puisi kekuatan utamanya pada diksi, kalimat, dan tipografi maka pada cerita terdapat pada deskripsi peristiwa yang baik, yang merupakan perpaduan antara tokoh, latar, dan alur. Rangkain peristiwa itulah yang kemudian membentuk genre cerpen sehingga baik-buruknyasuatu cerpen ditentukan oleh penggambaran peristiwa yang dilukiskan oleh pengarangnya.
Seperti pernah disebutkan oleh Edgar Alan Poe, salah satu ciri khas cerita pendek adalah ia biasanya akan terbaca habis hanya dalam sekali duduk. Cerpen cenderung membatasi diri pada rentang waktu yang pendek, ketimbang menunjukkan adanya perkembangan dan kematangan watak pada diri tokoh. Cerpen jarang menggunakan plot kompleks karena lebih terfokus pada satu episode atau situasi tertentu saja daripada rangkaian ceritanya.
Unsur-unsur dari cerpen sama seperti unsur-unsur yang dimiliki dari prosa rekaan yang lainnya yaitu terdiri dari unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur yang dimaksud, misalnya peristiwa, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalam karya sastra. Bagaimanapun unsur ekstrinsik tetap berpengaruh terhadap totalitas cerita yang dihasilkan. Maka unsur ekstrinsik harus tetap dipandang sebagai hal yang penting.
Selain cerpen, contoh sastra populer yang tidak kalah digemari oleh kalangan remaja adalah novel. Dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II, Teeuw (1989) mengatakan bahwa keberadaan bacaan hiburan ini patut diperhitungkan dalam pembicaraan perkembangan sastra modern di Indonesia. Hal ini diperkuat oleh ditemukannya data bahwa secara historis keberadaan bacaan hiburan ini juga mengisi rangkaian sejarah sastra Indonesia. Hal ini berdasarkan telaah Labrousse (Teuuw, 1989)  yang mengemukakan bahwa ketika novel-novel bermutu atau resmi tidak dapat diperoleh  di Indonesia, khususnya selama tahun 1966-1969, maka novel-novel populer karya Motinggo Busye dan lain-lain merupakan satu-satunya bentuk fiksi yang ada. Dengan kata lain, kehadiran novel-novel populer ini termasuk mata rantai perjalanan sejarah sastra di Indonesia.
 Dalam perjalanan berikutnya, novel populer di Indonesia menunjukkan perkembangan yang baik. Bahkan, dalam tinjauan Teeuw (1989), jumlah karya sastra populer menduduki jumlah terbesar dari seluruh karya sastra yang ada. Hal ini di antaranya didukung oleh munculnya karya-karya terjemahan, terbuka peluang rubrik cerita populer di berbagai majalah dan koran, dan tentu saja mulai munculnya dukungan media perfilman yang mengangkat kisah-kisah dalam novel populer tersebut.
Karya-karya terjemahan novel populer  di Indonesia di antaranya diambil dari Amerika dan Inggris. Dalam perkembangannya saat ini, karya-karya terjemahan itu banyak diterbitkan oleh penerbit Gramedia, seperti karya-karya Pearl S. Buck, John Steinbeck, Anne Frank, Morrist West, Leon Uris, Henri Charriere, dan Agatha Cristie yang banyak menulis cerita-cerita deketif. Selain itu, ada juga Ruth White yang salah satu novelnya The City Rose, Sweet Creek Holler,  meraih penghargaan  ALA Notable Book for Young Adults. Salah satu novelnya yang telah diterjemahkan ke Indonesia adalah  Rahasia Embusan Angin.  Novel terjemahan lain yang tengah marak akhir-akhir ini adalah Harry Potter karya J. K. Rowling yang terbit dalam beberapa seri.
TEENLIT SEBAGAI GENRE NOVEL POPULER
Teeuw (1989) membagi fiksi modern dalam tiga golongan besar, yaitu bacaan hiburan, cerita dengan kecenderungan konvensional, dan fiksi modern dengan kecenderungan inkonvensional. Pembagian itu tentu saja bukan pembagian yang kaku. Bacaan hiburan merupakan bacaan yang berfungsi untuk menghibur.  Pembagian cerita dengan kecenderungan konvensional dan inkonvensional yang dilakukan Teeuw tersebut terkait dengan konvensi unsur-unsur intrinsik sastra. Konvensional dan inkonvensional pun tidak dikategorikan secara kaku karena tidak ada batas yang tegas dalam kategori tersebut. Oleh karena itu, Teeuw menyebutnya dengan memiliki kecenderungan konvensional dan inkonvensional. Jika cerita yang memiliki kecenderungan konvensional masih berpegang pada konvensi atau aturan-aturan yang ada, maka cerita yang memiliki kecenderungan inkonvensional tidak berpegang atau menyimpang dari konvensi sastra yang sudah ada.
Berbeda dengan dua jenis cerita tersebut, bacaan hiburan dalam bentuk novel seringkali juga disebut novel populer atau biasa disingkat novel pop.  Sesuai dengan istilahnya, populer, maka novel ini berorientasi pada people atau orang. Artinya, novel ini berkembang mengikuti kemauan orang sebagai konsumennya. Karena itu, variasi novel jenis ini pun beragam dan berkembang dinamis mengingat selera orang sebagai konsumennya pun selalu berubah.  Dalam pembagian fiksi modern yang dilakukan Teeuw, novel remaja teenlit termasuk dalam kategori novel populer ini.
Dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II, Teeuw (1989) mengatakan bahwa keberadaan bacaan hiburan ini patut diperhitungkan dalam pembicaraan perkembangan sastra modern di Indonesia. Hal ini diperkuat oleh ditemukannya data bahwa secara historis keberadaan bacaan hiburan ini juga mengisi rangkaian sejarah sastra Indonesia. Hal ini berdasarkan telaah Labrousse  (Teuuw, 1989)  yang mengemukakan bahwa ketika novel-novel bermutu atau resmi tidak dapat diperoleh  di Indonesia, khususnya selama tahun 1966-1969, maka novel-novel populer karya Motinggo Busye dan lain-lain merupakan satu-satunya bentuk fiksi yang ada. Dengan kata lain, kehadiran novel-novel populer ini termasuk mata rantai perjalanan sejarah sastra di Indonesia.
Dalam perjalanan berikutnya, novel populer di Indonesia menunjukkan perkembangan yang baik. Bahkan, dalam tinjauan Teeuw (1989), jumlah karya sastra populer menduduki jumlah terbesar dari seluruh karya sastra yang ada. Hal ini di antaranya didukung oleh munculnya karya-karya terjemahan, terbuka peluang rubrik cerita populer di berbagai majalah dan koran, dan tentu saja mulai munculnya dukungan media perfilman yang mengangkat kisah-kisah dalam novel populer tersebut.
Karya-karya terjemahan novel populer di Indonesia di antaranya diambil dari Amerika dan Inggris. Dalam perkembangannya saat ini, karya-karya terjemahan itu banyak diterbitkan oleh penerbit Gramedia, seperti karya-karya Pearl S. Buck, John Steinbeck, Anne Frank, Morrist West, Leon Uris, Henri Charriere, dan Agatha Cristie yang banyak menulis cerita-cerita deketif. Selain itu, ada juga Ruth White yang salah satu novelnya The City Rose, Sweet Creek Holler, meraih penghargaan ALA Notable Book for Young Adults.Salah satu novelnya yang telah diterjemahkan ke Indonesia adalah Rahasia Embusan Angin.  Novel terjemahan lain yang tengah marak akhir-akhir ini adalah Harry Potter karya J. K. Rowling yang terbit dalam beberapa seri.
Dalam perkembangannya, novel populer remaja di Indonesia dapat diplah menjadi dua, yaitu setting kampus dan setting sekolah SMA (sekarang SMU). Untuk setting kampus, sebut saja karya-karya Marga T., seperti Karmila, Badai Pasti Berlalu, dan Gema Sebuah Hati. Beberapa novel ini pernah diangkat ke dunia perfilman. Hal ini tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan sosok pengarang yang merupakan seorang mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta. Di sini bisa dilihat bahwa Marga T. tengah berbicara tentang dunianya, yaitu dunia mahasiswa dan dunia kampus.
Berbeda dengan Marga T., Hilman Hariwijaya dan Eddy D. Iskandar lebih tertarik mengangkat setting sekolah. Pada tahun 1970-an, Eddy D. Iskandar berhasil menciptakan tren remaja di dunia sekolah lewat karya-karyanya seperti  Di Balik Bintang Gemerlap, Cewek Komersil, Gita Cinta Dari SMA, Puspa Indah Taman Hati, Roman Picisan, Semau Gue, Sok Nyentrik, Musim Bercinta, Bunga Cinta Kasih, Beningnya Hati Seorang Gadis, Sejoli Cinta Bintang Remaja,  dan sebagainya. Bukan kebetulan jika Eddy D. Iskandar dapat meraih sukses dengan mengambil setting sekolah ini dalam novel novelnya. Selain menarik, secara psikologis anak-anak usia SMA berada pada masa puber. Sudah pasti, masalah percintaan pun menjadi menarik dan banyak diangkat dalam novel-novel Eddy D. Iskandar ini. Inilah bentuk kejelian seorang penulis mencari pasar pembaca.
Di tahun-tahun terakhir ini, yaitu tahun 2000-an, pasar remaja di Indonesia dalam negeri dibanjiri dengan novel-novel remaja serial teenlit. Akan tetapi, alam cerita yang dibangun dalam Lupus dan serial teenlit ini pun berbeda. Lupus lebih banyak mengisahkan kehidupan remaja laki-laki, sedangkan buku-buku teenlit banyak berkisah seputar kehidupan remaja perempuan. Perkembangan penulisan teenlit  ini dapat dilihat dari karya-karya seperti,  seperti  novel  Dealova  karya Dyan Nuranindya  yang sampai pada bulan Januari 2005 sudah terjual  tidak kurang dari 35.000 eksemplar  padahal biasanya penjualan buku-buku standar hanya mencapai 2000-5000 eksemplar (Kompas, 22 Januari 2005),  Cinta Adisty karya   Gisantia Bestari,  novel Aku vs Sepatu Hak Tinggi  karya Maria Adelia, novel Beautiful Stranger karya Sasya Fitriana, dan novel Jilbab Spears karya Herlinatiens, Cupid Where are You karya Astuti Yudhiasari, dan sebagainya.
TEENLIT DAN DUNIA REMAJA
Fenomena teenlit yang berkembang ini tidak bisa dilepaskan dari keberadaan remaja, baik keberadaan dunia remaja sebagai setting cerita, keberadaan remaja sebagai pembaca atau konsumen, maupun keberadaan remaja sebagai penulisnya. Oleh karena itu, untuk mengkaji perkembangan teenlit ini pun diperlukan kajian terhadap kehidupan dunia remaja.
Terkait dengan setting cerita, novel remaja teenlit berkisar pada dunia remaja dengan berbagai masalah dan konflik yang khas pada remaja, seperti percintaan, persahabatan, pergaulan, persaingan, pencarian identitas, dan sebagainya.  Hal ini bisa dilihat sekilas dari novel-novel teenlit yang ada. Novel Dealova memunculkan tokoh perempuan yang tomboi, yang mencari identitasnya dengan terlihat perkasa di mata laki laki. Novel Cinta Adisti memunculkan tokoh yang tidak suka pacaran atau percintaan yang berakhir menyedihkan karena putus tetapi penulis menggambarkan bahwa tidak perlu sedih hanya karena ditinggal cowok. Sementara itu, novel Aku vs Sepatu Hak Tinggi berisi pesan agar remaja mencintai dan menghargai dirinya sendiri, serta menghargai orang dari tampilan luarnya saja.  Berbeda dengan itu, Cupid Where are You mengisahkan tentang seorang perempuan yang memendam cinta pada teman dekat selama enam tahun tetapi tidak bersambut karena perbedaan keyakinan. Tokoh yang diangkat dalam novel ini pun digambarkan sebagai perempuan yang kuat, di mana ia merasa bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan cinta itu, meskipun dengan cara menyakiti pacar dari teman dekatnya tersebut.
Dari berbagai tema yang diangkat dalam teenlit ini, dapat dimengerti bahwa teenlit khas dengan persoalan remaja.  Secara psikologis, remaja tengah memainkan peran seks dengan memiliki ketertarikan kepada lawan jenis. Ketertarikan ini dalam prakteknya diwadahi dengan aktivitas pacaran, yaitu bertemunya laki-laki dan perempuan yang saling jatuh cinta dan saling membuat komitmen dengan perasaannya masing -masing. Pacaran bagi remaja menjadi bagian simbol statusnya, di mana dengan pacaran ia merasa diterima dan dihargai oleh kelompok remajanya dan tidak dianggap kurang pergaulan/kuper (Hurlock, 1994). Karena itu, tidak mengherankan kalau pacaran di usia remaja ini seringkali sambung-putus.  Fenomena sambung-putus dalam pacaran inilah yang banyak diangkat dalam novel remaja teenlit ini sehingga menarik untuk remaja.
Secara khas, novel teenlit lebih banyak berbicara tentang remaja perempuan. Karena itu, tokoh-tokoh dan berbagai persoalan dalam novel pun dipandang dari sudut remaja perempuan ini. Hal ini tentu saja berpengaruh pada sasaran bidik atau konsumen novel-novel ini, yaitu remaja perempuan. Dengan membaca novel-novel jenis teenlit ini mereka merasa menemukan dunianya. Secara psikologis, pada masa remaja, mereka mulai menjauh dari orang tuanya dan lebih mendekat kepada kelompok sosialnya, yaitu sesama remaja (Hurlock, 1994).  Diterima oleh kelompok sosialnya menjadi harapan besar bagi para remaja.  Melalui dunia remaja dalam cerita teenlit ini, remaja secara tidak langsung merasa menemukan kelompok sosial yang mereka cari. Di sinilah ia membentuk identitas dirinya. Salah satu cara membentuk identitas ini adalah dengan mencari model (modelling) dari orang-orang di sekitarnya. Pada saat ia larut dalam dunia remaja teenlit itu, sebenarnya ia telah mencari model lewat tokoh-tokoh cerita. Tokoh-tokoh cerita dalam teenlit  pun ternyata khas.  Kebanyakan teenlit mengangkat tokoh remaja perempuan yang kuat, tidak cengeng, dan mandiri sehingga tidak mudah untuk diombang-ambingkan, dilecehkan dalam berbagai persoalan di pergaulan baik itu percintaan maupun persaingan mengejar prestasi dengan kaum lawannya, yakni kaum laki-laki (Kompas, 22 Januari 2005).
Berbagai latar belakang teenlit  dan dunia remaja tersebut tentu saja menjadi alasan yang cukup kuat untuk mengatakan bahwa kehadiran novel-novel jenis  teenlit  ini memberi arti tersendiri bagi berkembangnya minat baca para remaja, terutama remaja putri.  Hal ini menjadi berita yang cukup menggembirakan mengingat minat baca para remaja di Indonesia tergolong rendah, atau lebih tepat dikatakan memprihatinkan. Sebagai data, dibandingkan dengan SMA di banyak negara, SMA di Indonesia jauh tertinggal dalam hal kewajiban membaca buku, bimbingan menulis, dan pengajaran sastra. Siswa SMA di Amerika diwajibkan membaca 32 judul buku.  Siswa SMA di Belanda dan Perancis masing-masing diwajibkan membaca 30 judul buku. Siswa SMA di Swiss dan Jepang masing-masing diwajibkan membaca 15 judul buku.  Siswa SMA di Indonesia, dari tahun 1943-2003, tidak pernah menerapkan kewajiban itu (Repulika, 3 April 2005).
Terlepas dari berbagai pendapat orang tentang mendidik atau tidak mendidiknya novel-novel jenis teenlit ini pada remaja, tumbuhnya minat baca di kalangan remaja terhadap novel-novel teenlit ini harus disambut dengan baik. Hal ini disebabkan oleh hadirnya berbagai nilai-nilai lain dalam novel-novel tersebut selain masalah percintaan belaka, misalnya semangat berprestasi dengan penggambaran tokoh yang pintar, kesetiaan dalam persahabatan, dan sebagainya. Nilai-nilai tersebut tentu saja akan sangat bermanfaat untuk para remaja. Dengan asumsi tersebut, maka tumbuhnya mninat baca pada remaja ini akan semakin menambah wawasan dan pengalaman hidup untuk mereka.
Berbicara tentang tumbuhnya minat baca di kalangan para remaja tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan kehadiran buku-buku yang lain, selain teenlit. Minat baca remaja semakin berkembang dengan banyak terbitnya buku-buku pengembangan diri remaja  dan buku-buku ilmiah  dengan kemasan yang lebih “ramah” untuk remaja, yaitu dengan penggunaan bahasa yang lebih meremaja (kadang-kadang juga gaul), sampul buku yang lebih berwarna,  lay out  halaman buku yang lebih menarik, dan sebagainya.  Buku pengembangan diri remaja yang bisa dicontohkan dalam hal ini adalah buku 7 Kebiasaan Remaja yang Efektif karya Sean Covey.  Buku ini meskipun tebal dan mahal ternyata banyak disukai oleh para remaja.  Buku ilmiah dalam bahasa gaul yang bisa dicontohkan di sini di antaranya Einstein Aja Nggak Tahu.  Sepertinya buku ini ringan, tetapi sebenarnya isi buku ini tidak ringan karena barisi ilmu-ilmu alam.
Banyaknya alternatif buku bacaan untuk remaja ini pun akhirnya lebih banyak memberi peluang tumbuhnya minat baca ini. Hal ini dapat dilihat dari fenomena maraknya remaja-remaja yang berdatangan di toko-toko buku dan di pameran-pameran buku, atau didapatkannya buku-buku bacaan di sela-sela buku-buku pelajaran dan buku-buku kuliahnya, di kamarnya, dan di beberapa tempat lainnya.  Dengan kata lain, inilah saatnya di dunia remaja muncul tren intelektual sebagai gaya hidup (lifestyle).

Penutup
Banyaknya remaja yang menggemari membaca sastra populer memberikan dampak positif, diataranya terhadap penulis. Membaca merupakan salah satu jembatan untuk membuka wawasan khususnya para remaja. Semakin banyak remaja yang gemar membaca sastra semakin banyak pula pengetahuan yang didapatkan tentang sastra tersebut. Namun disamping dampak positif tentunya terdapat sisi negatifnya. Contohnya seperti novel atau cerpen remaja yang tidak sepenuhnya mendidik. Maka dari itu pembaca khususnya remaja diharapkan tidak hanya gemar membaca, namun juga harus bisa memilih bacaan mana yang baik untuk dibaca dan tidak pantas untuk dibaca.
Pembaca remaja cenderung membaca karya sastra hanya sebagai suatu kesenangan, walaupun banyak pembaca remaja yang membaca karya sastra untuk mencari pengetahuan di dalamnya. Namun hal tersebut tidak terlalu banyak jika dibandingkan pembaca remaja yang membaca demi kesenangan. Hal tersebut bisa terjadi karena pengetahuan pembaca remaja yang tidak terlalu luas mengenai sastra. Pengetahuan yang tidak terlalu luas tersebut yang menimbulkan beberapa persoalan di kalangan pembaca remaja. Diantaranya, mudahnya pembaca remaja terpengaruh dengan bacaan yang mereka baca tanpa ada dasarnya pengetahuan sehingga pembaca remaja lebih memperlakukan karya sastra secara lugu.

Daftar Rujukan
Hurlock, Elizabeth B. 1994. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Gramedia
Kompas. Sabtu, 22 Januari 2005.  Penulis Belia, Mengubah "Diary" Menjadi Novel. Jakarta.
Nuranindya, Dyan. 2005. Dealova. Jakarta: Gramedia
Republika. Minggu, 3 April 2005. Laris-Sepi Buku Sastra. Jakarta
Teeuw. 1989. Sastra Baru Indonesia II. Jakarta: Pustaka Jaya
Yudhiasari, Astuti. 2005. Cupid Where are You. Yogyakarta: Gerai Pop

2 komentar:

  1. Blog yang bagus... semoga terus berkembang... Saya ingin berbagi wawancara dengan Leonardo da Vinci (imajiner) di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2018/03/wawancara-dengan-leonardo.html

    BalasHapus
  2. Casinos Near Minneapolis, Twin Cities, CO
    What is there to do at Casinos Near Minneapolis, 목포 출장샵 Twin Cities, CO. We also have several smaller 안산 출장샵 local hotels, so it should 수원 출장안마 be a good idea to have 상주 출장마사지 your 부천 출장샵 stay

    BalasHapus