M
Fikri Ferdiansyah
Universitas Negeri Malang, Jalan
Semarang 5 Malang
Abstrak: Pembaca
sastra khususnya remaja menyukai sastra populer. Dalam sejarahnya sastra
populer sudah ada sejak angkatan balai pustaka. Sampai pada akhirnya ditahun
1980 sastra populer mulai berkembang dengan pesat. Cerpen dan novel teenlit
merupakan wujud sastra populer yang terdapat di Indonesia. Novel remaja teenlit
menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal ini
dapat dilihat dari maraknya penerbitan teenlit ini yang laris di pasaran mengalahkan
buku-buku yang lain. Dalam perkembangannya sastra populer di Indonesia
menunjukkan perkembangan dengan baik, diantaranya terdapat karya terjemahan.
Teenlit ini memiliki kekhasan, yaitu mengangkat berbagai persoalan (terutama
percintaan) dari dunia remaja perkotaan, terutama dunia remaja putri. Bahasa
yang digunakan dalam novel-novel jenis ini adalah bahasa gaul yang berkembang
dalam dunia mereka.
Kata Kunci: Pembaca, Teenlit, Remaja
Pembaca merupakan bagian terpenting bagi sastrawan
dan juga karya sastra. Tanpa pembaca, tidak ada yang akan membaca karya sastra
yang ditulis oleh sastrawan. Jika tidak ada pembaca maka tidak ada karya sastra
karena sastrawan tidak akan membuat karya sastra jika tidak ada yang akan
membacanya. Sebagai suatu keutuhan komunikasi yang berasal dari sastrawan yang menciptakan
karya sastra yang ditujukan kepada pembaca, pada hakikatnya karya sastra akan
sampai pada pembaca. Jika kita bertolak pada abad ke-19, secara historis pun
peranan sastrawan, karya sastra, dan pembaca berurutan dalam garis yang lurus
(sastrawan-karya sastra-pembaca).
Abad ke-19 sejarah sastra didominasi oleh pengarang.
Setelah abad ke-20 sejarah sastra didominasi oleh karya sastra, kemudian di
dominasi oleh pembaca pada sebagian abad selanjutnya. Pada abad ke-19 karya
sastra hanya berfungsi sebagai sarana untuk memahami pengarang dan kebudayaan
yang lebih luas. Awal abad ke-20 terjadi pergeseran dari sastra yang sebagai
sarana kepada sastra sebagai dunia yang otonom sehingga sastra dapat disusun
atas dasar perkembangan struktur intrinsiknya. Kemudian disusul dengan hadirnya
peranan pembaca setelah pemahaman terhadap karya sastra mendominasi.
Pembaca remaja cenderung membaca karya sastra hanya
sebagai suatu kesenangan. Walaupun bisa kita lihat pula banyak pembaca remaja
yang juga membaca karya sastra untuk mencari hal keilmuan di dalamnya. Namun
hal tersebut tidak terlalu banyak jika dibandingkan pembaca remaja yang membaca
demi kesenangan. Hal tersebut bisa terjadi karena pengetahuan pembaca remaja
yang tidak terlalu luas mengenai sastra. Pengetahuan yang tidak terlalu luas
tersebut yang menimbulkan beberapa persoalan di kalangan pembaca remaja.
Diantaranya, mudahnya pembaca remaja terpengaruh akan bacaan yang mereka baca
tanpa ada dasarnya pengetahuan.
Dunia
remaja selalu berkembang dan selalu berubah. Itulah kata yang tepat untuk
menggambarkan kedinamisan dunianya. Perkembangan dan perubahan ini dapat
dilihat dari kedinamisan perubahan tren remaja, mulai dari pakaian, tas, gaya
bahasa gaul, tatanan rambut, sampai bacaan yang akhir-akhir ini marak dalam
setiap perbincangannya, yaitu teenlit. Sesuai dengan asal katanya, teen, yang dalam bahasa Inggris berarti
remaja, maka teenlit ini merupakan istilah untuk novel remaja, terutama remaja
perkotaan. Perkotaan dalam hal ini bukan menunjuk pada kota yang sesungguhnya,
karena novel jenis teenlit ini pun sudah masuk ke wilayah perkampungan, tetapi
kota dalam arti peradaban.
SEJARAH SASTRA
REMAJA
Menurut Jacob Somardjo, sastra populer yang
berkonotasi hiburan dan barang dagangan sudah tumbuh di Indonesia sejak masa jaya
Balai Pustaka tahun 1920-an bahkan beberapa puluhan tahun sebelumnya yaitu
dalam tradisi sastra Melayu rendah dan sastra Melayu Cina. Pada masa jaya balai
Pustaka tahun 1930-an, sastra populer itu disebut juga sastra picisan atau
bermutu rendah.
Sumardjo pun mengatakan ketika dekade 1970-an novel
populer masa itu meletakan dasar adanya bacaan populer berbobot yang tidak
mengejar faktor pencarian, pembaharuan dan keaslian seperti dikejar oleh
kesusastraan. Hanya masih terbatar pada jenis romance yang serba manis, sedangkan jenis populer yang lain seperti
detektif, misteri, atau sejarah belum berkembang. Pada akhirnya sastra populer
makin tidak terbendung lagi pada tahun 1980-an hingga sekarang. Berlimpahannya
sastra populer itu akhirnya mengaburkan batasnya dengan sastra serius yang
telah memiliki jalur sendiri.
Cerpen merupakan contoh sastra populer yang digemari
sebagian besar kalangan remaja. Cerpen atau cerita pendek adalah rangkaian
peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik
antaratokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan alur. Peristiwa
dalam cerita berwujud hubungan antar tokoh, tempat, dan waktu yang membentuk satu
kesatuan. Sama hakikatnya dengan kehidupan nyata, sebuah peristiwa terjadi
karena kesatuan manusia, tempat, dan waktu. Dari kesatuan itulah peristiwa
terbentuk.
Dalam cerpen, peristiwa dideskripsikan dengan kata-kata
sebagai perasaan imajinasi pengarang terhadap suatu peristiwa yang dibayangkannya.
Oleh karena itu, jika puisi kekuatan utamanya pada diksi, kalimat, dan
tipografi maka pada cerita terdapat pada deskripsi peristiwa yang baik, yang
merupakan perpaduan antara tokoh, latar, dan alur. Rangkain peristiwa itulah
yang kemudian membentuk genre cerpen sehingga baik-buruknyasuatu cerpen
ditentukan oleh penggambaran peristiwa yang dilukiskan oleh pengarangnya.
Seperti pernah disebutkan oleh Edgar Alan Poe, salah
satu ciri khas cerita pendek adalah ia biasanya akan terbaca habis hanya dalam
sekali duduk. Cerpen cenderung membatasi diri pada rentang waktu yang pendek,
ketimbang menunjukkan adanya perkembangan dan kematangan watak pada diri tokoh.
Cerpen jarang menggunakan plot kompleks karena lebih terfokus pada satu episode
atau situasi tertentu saja daripada rangkaian ceritanya.
Unsur-unsur dari cerpen sama seperti unsur-unsur
yang dimiliki dari prosa rekaan yang lainnya yaitu terdiri dari unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya
sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir
sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang
membaca karya sastra. Unsur yang dimaksud, misalnya peristiwa, plot, penokohan,
tema, latar, sudut pandang, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di
luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau
sistem organisme karya sastra. Secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai
unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak
ikut menjadi bagian di dalam karya sastra. Bagaimanapun unsur ekstrinsik tetap
berpengaruh terhadap totalitas cerita yang dihasilkan. Maka unsur ekstrinsik
harus tetap dipandang sebagai hal yang penting.
Selain cerpen, contoh sastra populer yang tidak
kalah digemari oleh kalangan remaja adalah novel. Dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II, Teeuw (1989)
mengatakan bahwa keberadaan bacaan hiburan ini patut diperhitungkan dalam
pembicaraan perkembangan sastra modern di Indonesia. Hal ini diperkuat oleh
ditemukannya data bahwa secara historis keberadaan bacaan hiburan ini juga
mengisi rangkaian sejarah sastra Indonesia. Hal ini berdasarkan telaah Labrousse
(Teuuw, 1989) yang mengemukakan bahwa
ketika novel-novel bermutu atau resmi tidak dapat diperoleh di Indonesia, khususnya selama tahun 1966-1969,
maka novel-novel populer karya Motinggo Busye dan lain-lain merupakan satu-satunya
bentuk fiksi yang ada. Dengan kata lain, kehadiran novel-novel populer ini termasuk
mata rantai perjalanan sejarah sastra di Indonesia.
Dalam
perjalanan berikutnya, novel populer di Indonesia menunjukkan perkembangan yang
baik. Bahkan, dalam tinjauan Teeuw (1989), jumlah karya sastra populer
menduduki jumlah terbesar dari seluruh karya sastra yang ada. Hal ini di
antaranya didukung oleh munculnya karya-karya terjemahan, terbuka peluang
rubrik cerita populer di berbagai majalah dan koran, dan tentu saja mulai munculnya
dukungan media perfilman yang mengangkat kisah-kisah dalam novel populer
tersebut.
Karya-karya terjemahan novel populer di Indonesia di antaranya diambil dari Amerika
dan Inggris. Dalam perkembangannya saat ini, karya-karya terjemahan itu banyak diterbitkan
oleh penerbit Gramedia, seperti karya-karya Pearl S. Buck, John Steinbeck, Anne
Frank, Morrist West, Leon Uris, Henri Charriere, dan Agatha Cristie yang banyak
menulis cerita-cerita deketif. Selain itu, ada juga Ruth White yang salah satu
novelnya The City Rose, Sweet Creek Holler,
meraih penghargaan ALA Notable
Book for Young Adults. Salah satu novelnya yang telah diterjemahkan ke Indonesia
adalah Rahasia Embusan Angin. Novel terjemahan lain yang tengah marak
akhir-akhir ini adalah Harry Potter karya J. K. Rowling yang terbit dalam
beberapa seri.
TEENLIT SEBAGAI GENRE NOVEL POPULER
Teeuw (1989) membagi fiksi modern dalam tiga
golongan besar, yaitu bacaan hiburan, cerita dengan kecenderungan konvensional,
dan fiksi modern dengan kecenderungan inkonvensional. Pembagian itu tentu saja
bukan pembagian yang kaku. Bacaan hiburan merupakan bacaan yang berfungsi untuk
menghibur. Pembagian cerita dengan kecenderungan
konvensional dan inkonvensional yang dilakukan Teeuw tersebut terkait dengan
konvensi unsur-unsur intrinsik sastra. Konvensional dan inkonvensional pun tidak
dikategorikan secara kaku karena tidak ada batas yang tegas dalam kategori
tersebut. Oleh karena itu, Teeuw menyebutnya dengan memiliki kecenderungan
konvensional dan inkonvensional. Jika cerita yang memiliki kecenderungan
konvensional masih berpegang pada konvensi atau aturan-aturan yang ada, maka
cerita yang memiliki kecenderungan inkonvensional tidak berpegang atau
menyimpang dari konvensi sastra yang sudah ada.
Berbeda dengan dua jenis cerita tersebut, bacaan
hiburan dalam bentuk novel seringkali juga disebut novel populer atau biasa
disingkat novel pop. Sesuai dengan istilahnya,
populer, maka novel ini berorientasi pada people atau orang. Artinya, novel ini
berkembang mengikuti kemauan orang sebagai konsumennya. Karena itu, variasi
novel jenis ini pun beragam dan berkembang dinamis mengingat selera orang
sebagai konsumennya pun selalu berubah.
Dalam pembagian fiksi modern yang dilakukan Teeuw, novel remaja teenlit
termasuk dalam kategori novel populer ini.
Dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II, Teeuw
(1989) mengatakan bahwa keberadaan bacaan hiburan ini patut diperhitungkan dalam
pembicaraan perkembangan sastra modern di Indonesia. Hal ini diperkuat oleh
ditemukannya data bahwa secara historis keberadaan bacaan hiburan ini juga
mengisi rangkaian sejarah sastra Indonesia. Hal ini berdasarkan telaah
Labrousse (Teuuw, 1989) yang mengemukakan bahwa ketika novel-novel
bermutu atau resmi tidak dapat diperoleh
di Indonesia, khususnya selama tahun 1966-1969, maka novel-novel populer
karya Motinggo Busye dan lain-lain merupakan satu-satunya bentuk fiksi yang
ada. Dengan kata lain, kehadiran novel-novel populer ini termasuk mata rantai
perjalanan sejarah sastra di Indonesia.
Dalam perjalanan berikutnya, novel populer di
Indonesia menunjukkan perkembangan yang baik. Bahkan, dalam tinjauan Teeuw
(1989), jumlah karya sastra populer menduduki jumlah terbesar dari seluruh
karya sastra yang ada. Hal ini di antaranya didukung oleh munculnya karya-karya
terjemahan, terbuka peluang rubrik cerita populer di berbagai majalah dan
koran, dan tentu saja mulai munculnya dukungan media perfilman yang mengangkat
kisah-kisah dalam novel populer tersebut.
Karya-karya terjemahan novel populer di Indonesia di
antaranya diambil dari Amerika dan Inggris. Dalam perkembangannya saat ini, karya-karya
terjemahan itu banyak diterbitkan oleh penerbit Gramedia, seperti karya-karya Pearl
S. Buck, John Steinbeck, Anne Frank, Morrist West, Leon Uris, Henri Charriere,
dan Agatha Cristie yang banyak menulis cerita-cerita deketif. Selain itu, ada
juga Ruth White yang salah satu novelnya The City Rose, Sweet Creek Holler, meraih
penghargaan ALA Notable Book for Young Adults.Salah satu novelnya yang telah
diterjemahkan ke Indonesia adalah Rahasia Embusan Angin. Novel terjemahan lain yang tengah marak
akhir-akhir ini adalah Harry Potter karya J. K. Rowling yang terbit dalam
beberapa seri.
Dalam perkembangannya, novel populer remaja di
Indonesia dapat diplah menjadi dua, yaitu setting kampus dan setting sekolah SMA
(sekarang SMU). Untuk setting kampus, sebut saja karya-karya Marga T., seperti
Karmila, Badai Pasti Berlalu, dan Gema Sebuah Hati. Beberapa novel ini pernah
diangkat ke dunia perfilman. Hal ini tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan
sosok pengarang yang merupakan seorang mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta.
Di sini bisa dilihat bahwa Marga T. tengah berbicara tentang dunianya, yaitu
dunia mahasiswa dan dunia kampus.
Berbeda dengan Marga T., Hilman Hariwijaya dan Eddy
D. Iskandar lebih tertarik mengangkat setting sekolah. Pada tahun 1970-an, Eddy
D. Iskandar berhasil menciptakan tren remaja di dunia sekolah lewat karya-karyanya
seperti Di Balik Bintang Gemerlap, Cewek
Komersil, Gita Cinta Dari SMA, Puspa Indah Taman Hati, Roman Picisan, Semau
Gue, Sok Nyentrik, Musim Bercinta, Bunga Cinta Kasih, Beningnya Hati Seorang
Gadis, Sejoli Cinta Bintang Remaja, dan
sebagainya. Bukan kebetulan jika Eddy D. Iskandar dapat meraih sukses dengan
mengambil setting sekolah ini dalam novel novelnya. Selain menarik, secara
psikologis anak-anak usia SMA berada pada masa puber. Sudah pasti, masalah
percintaan pun menjadi menarik dan banyak diangkat dalam novel-novel Eddy D.
Iskandar ini. Inilah bentuk kejelian seorang penulis mencari pasar pembaca.
Di tahun-tahun terakhir ini, yaitu tahun 2000-an, pasar
remaja di Indonesia dalam negeri dibanjiri dengan novel-novel remaja serial
teenlit. Akan tetapi, alam cerita yang dibangun dalam Lupus dan serial teenlit
ini pun berbeda. Lupus lebih banyak mengisahkan kehidupan remaja laki-laki,
sedangkan buku-buku teenlit banyak berkisah seputar kehidupan remaja perempuan.
Perkembangan penulisan teenlit ini dapat
dilihat dari karya-karya seperti,
seperti novel Dealova
karya Dyan Nuranindya yang sampai
pada bulan Januari 2005 sudah terjual
tidak kurang dari 35.000 eksemplar
padahal biasanya penjualan buku-buku standar hanya mencapai 2000-5000
eksemplar (Kompas, 22 Januari 2005),
Cinta Adisty karya Gisantia
Bestari, novel Aku vs Sepatu Hak
Tinggi karya Maria Adelia, novel
Beautiful Stranger karya Sasya Fitriana, dan novel Jilbab Spears karya Herlinatiens,
Cupid Where are You karya Astuti Yudhiasari, dan sebagainya.
TEENLIT DAN
DUNIA REMAJA
Fenomena teenlit yang berkembang ini tidak bisa
dilepaskan dari keberadaan remaja, baik keberadaan dunia remaja sebagai setting
cerita, keberadaan remaja sebagai pembaca atau konsumen, maupun keberadaan
remaja sebagai penulisnya. Oleh karena itu, untuk mengkaji perkembangan teenlit
ini pun diperlukan kajian terhadap kehidupan dunia remaja.
Terkait dengan setting cerita, novel remaja teenlit
berkisar pada dunia remaja dengan berbagai masalah dan konflik yang khas pada
remaja, seperti percintaan, persahabatan, pergaulan, persaingan, pencarian
identitas, dan sebagainya. Hal ini bisa dilihat
sekilas dari novel-novel teenlit yang ada. Novel Dealova memunculkan tokoh perempuan
yang tomboi, yang mencari identitasnya dengan terlihat perkasa di mata laki
laki. Novel Cinta Adisti memunculkan tokoh yang tidak suka pacaran atau
percintaan yang berakhir menyedihkan karena putus tetapi penulis menggambarkan
bahwa tidak perlu sedih hanya karena ditinggal cowok. Sementara itu, novel Aku
vs Sepatu Hak Tinggi berisi pesan agar remaja mencintai dan menghargai dirinya
sendiri, serta menghargai orang dari tampilan luarnya saja. Berbeda dengan itu, Cupid Where are You mengisahkan tentang seorang perempuan yang
memendam cinta pada teman dekat selama enam tahun tetapi tidak bersambut karena
perbedaan keyakinan. Tokoh yang diangkat dalam novel ini pun digambarkan
sebagai perempuan yang kuat, di mana ia merasa bisa melakukan apa saja untuk
mendapatkan cinta itu, meskipun dengan cara menyakiti pacar dari teman dekatnya
tersebut.
Dari berbagai tema yang diangkat dalam teenlit ini, dapat
dimengerti bahwa teenlit khas dengan persoalan remaja. Secara psikologis, remaja tengah memainkan
peran seks dengan memiliki ketertarikan kepada lawan jenis. Ketertarikan ini
dalam prakteknya diwadahi dengan aktivitas pacaran, yaitu bertemunya laki-laki
dan perempuan yang saling jatuh cinta dan saling membuat komitmen dengan
perasaannya masing -masing. Pacaran bagi remaja menjadi bagian simbol
statusnya, di mana dengan pacaran ia merasa diterima dan dihargai oleh kelompok
remajanya dan tidak dianggap kurang pergaulan/kuper (Hurlock, 1994). Karena
itu, tidak mengherankan kalau pacaran di usia remaja ini seringkali
sambung-putus. Fenomena sambung-putus dalam
pacaran inilah yang banyak diangkat dalam novel remaja teenlit ini sehingga
menarik untuk remaja.
Secara khas, novel teenlit lebih banyak berbicara
tentang remaja perempuan. Karena itu, tokoh-tokoh dan berbagai persoalan dalam novel
pun dipandang dari sudut remaja perempuan ini. Hal ini tentu saja berpengaruh
pada sasaran bidik atau konsumen novel-novel ini, yaitu remaja perempuan.
Dengan membaca novel-novel jenis teenlit ini mereka merasa menemukan dunianya.
Secara psikologis, pada masa remaja, mereka mulai menjauh dari orang tuanya dan
lebih mendekat kepada kelompok sosialnya, yaitu sesama remaja (Hurlock,
1994). Diterima oleh kelompok sosialnya
menjadi harapan besar bagi para remaja.
Melalui dunia remaja dalam cerita teenlit ini, remaja secara tidak
langsung merasa menemukan kelompok sosial yang mereka cari. Di sinilah ia
membentuk identitas dirinya. Salah satu cara membentuk identitas ini adalah
dengan mencari model (modelling) dari orang-orang di sekitarnya. Pada saat ia
larut dalam dunia remaja teenlit itu, sebenarnya ia telah mencari model lewat
tokoh-tokoh cerita. Tokoh-tokoh cerita dalam teenlit pun ternyata khas. Kebanyakan teenlit mengangkat tokoh remaja
perempuan yang kuat, tidak cengeng, dan mandiri sehingga tidak mudah untuk diombang-ambingkan,
dilecehkan dalam berbagai persoalan di pergaulan baik itu percintaan maupun
persaingan mengejar prestasi dengan kaum lawannya, yakni kaum laki-laki
(Kompas, 22 Januari 2005).
Berbagai latar belakang teenlit dan dunia remaja tersebut tentu saja menjadi
alasan yang cukup kuat untuk mengatakan bahwa kehadiran novel-novel jenis teenlit
ini memberi arti tersendiri bagi berkembangnya minat baca para remaja, terutama
remaja putri. Hal ini menjadi berita
yang cukup menggembirakan mengingat minat baca para remaja di Indonesia
tergolong rendah, atau lebih tepat dikatakan memprihatinkan. Sebagai data, dibandingkan
dengan SMA di banyak negara, SMA di Indonesia jauh tertinggal dalam hal kewajiban
membaca buku, bimbingan menulis, dan pengajaran sastra. Siswa SMA di Amerika
diwajibkan membaca 32 judul buku. Siswa
SMA di Belanda dan Perancis masing-masing diwajibkan membaca 30 judul buku. Siswa
SMA di Swiss dan Jepang masing-masing diwajibkan membaca 15 judul buku. Siswa SMA di Indonesia, dari tahun 1943-2003,
tidak pernah menerapkan kewajiban itu (Repulika, 3 April 2005).
Terlepas dari berbagai pendapat orang tentang mendidik
atau tidak mendidiknya novel-novel jenis teenlit ini pada remaja, tumbuhnya minat
baca di kalangan remaja terhadap novel-novel teenlit ini harus disambut dengan
baik. Hal ini disebabkan oleh hadirnya berbagai nilai-nilai lain dalam
novel-novel tersebut selain masalah percintaan belaka, misalnya semangat
berprestasi dengan penggambaran tokoh yang pintar, kesetiaan dalam
persahabatan, dan sebagainya. Nilai-nilai tersebut tentu saja akan sangat
bermanfaat untuk para remaja. Dengan asumsi tersebut, maka tumbuhnya mninat
baca pada remaja ini akan semakin menambah wawasan dan pengalaman hidup untuk
mereka.
Berbicara tentang tumbuhnya minat baca di kalangan
para remaja tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan kehadiran buku-buku yang
lain, selain teenlit. Minat baca remaja semakin berkembang dengan banyak
terbitnya buku-buku pengembangan diri remaja
dan buku-buku ilmiah dengan
kemasan yang lebih “ramah” untuk remaja, yaitu dengan penggunaan bahasa yang
lebih meremaja (kadang-kadang juga gaul), sampul buku yang lebih berwarna, lay out halaman buku yang lebih menarik, dan sebagainya. Buku pengembangan diri remaja yang bisa
dicontohkan dalam hal ini adalah buku 7
Kebiasaan Remaja yang Efektif karya Sean Covey. Buku ini meskipun tebal dan mahal ternyata banyak
disukai oleh para remaja. Buku ilmiah
dalam bahasa gaul yang bisa dicontohkan di sini di antaranya Einstein Aja Nggak Tahu. Sepertinya buku ini ringan, tetapi sebenarnya
isi buku ini tidak ringan karena barisi ilmu-ilmu alam.
Banyaknya alternatif buku bacaan untuk remaja ini
pun akhirnya lebih banyak memberi peluang tumbuhnya minat baca ini. Hal ini
dapat dilihat dari fenomena maraknya remaja-remaja yang berdatangan di
toko-toko buku dan di pameran-pameran buku, atau didapatkannya buku-buku bacaan
di sela-sela buku-buku pelajaran dan buku-buku kuliahnya, di kamarnya, dan di
beberapa tempat lainnya. Dengan kata
lain, inilah saatnya di dunia remaja muncul tren intelektual sebagai gaya hidup
(lifestyle).
Penutup
Banyaknya remaja yang menggemari membaca sastra
populer memberikan dampak positif, diataranya terhadap penulis. Membaca
merupakan salah satu jembatan untuk membuka wawasan khususnya para remaja.
Semakin banyak remaja yang gemar membaca sastra semakin banyak pula pengetahuan
yang didapatkan tentang sastra tersebut. Namun disamping dampak positif
tentunya terdapat sisi negatifnya. Contohnya seperti novel atau cerpen remaja yang
tidak sepenuhnya mendidik. Maka dari itu pembaca khususnya remaja diharapkan
tidak hanya gemar membaca, namun juga harus bisa memilih bacaan mana yang baik
untuk dibaca dan tidak pantas untuk dibaca.
Pembaca remaja cenderung membaca karya sastra hanya
sebagai suatu kesenangan, walaupun banyak pembaca remaja yang membaca karya
sastra untuk mencari pengetahuan di dalamnya. Namun hal tersebut tidak terlalu
banyak jika dibandingkan pembaca remaja yang membaca demi kesenangan. Hal
tersebut bisa terjadi karena pengetahuan pembaca remaja yang tidak terlalu luas
mengenai sastra. Pengetahuan yang tidak terlalu luas tersebut yang menimbulkan
beberapa persoalan di kalangan pembaca remaja. Diantaranya, mudahnya pembaca
remaja terpengaruh dengan bacaan yang mereka baca tanpa ada dasarnya
pengetahuan sehingga pembaca remaja lebih memperlakukan karya sastra secara lugu.
Daftar Rujukan
Hurlock,
Elizabeth B. 1994. Psikologi Perkembangan.
Jakarta: Gramedia
Kompas.
Sabtu, 22 Januari 2005. Penulis Belia, Mengubah "Diary"
Menjadi Novel. Jakarta.
Nuranindya,
Dyan. 2005. Dealova. Jakarta:
Gramedia
Republika.
Minggu, 3 April 2005. Laris-Sepi Buku
Sastra. Jakarta
Teeuw.
1989. Sastra Baru Indonesia II.
Jakarta: Pustaka Jaya
Yudhiasari,
Astuti. 2005. Cupid Where are You.
Yogyakarta: Gerai Pop
Blog yang bagus... semoga terus berkembang... Saya ingin berbagi wawancara dengan Leonardo da Vinci (imajiner) di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2018/03/wawancara-dengan-leonardo.html
BalasHapusCasinos Near Minneapolis, Twin Cities, CO
BalasHapusWhat is there to do at Casinos Near Minneapolis, 목포 출장샵 Twin Cities, CO. We also have several smaller 안산 출장샵 local hotels, so it should 수원 출장안마 be a good idea to have 상주 출장마사지 your 부천 출장샵 stay